REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan ada 10 poin catatan miring terkait capim KPK saat ini. Dimana indikator ini dapat digunakan untuk mengukur seseorang pantas atau tidak pantas menjabat sebagai pimpinan KPK kelak.
Koordinator Bidang Hukum YLBHI, Yulius Ibrani menyatakan 10 poin ini berpatokan pada rekam jejak calon. Selain itu patokannya juga melihat proses wawancara mereka oleh pansel. "Temuan rekam jejak kami sebenarnya ada 23 poin. Namun yang terkonfirmasi saat wawancara hanya 10 poin," ujarnya di Gedung LBH Jakarta, Jumat (28/8).
Dia menyatakan ada calon yang tak paham terkait hukum. Ini tercermin saat proses wawancara berlangsung. Figur itu tak paham terkait proses hukum seperti penyelidikan, penyidikan dan juga penuntutan. Baginya KPK akan terhambat kinerjanya jika pimpinannya saja tak paham masalah hukum.
Lalu, lanjutnya, ada calon yang buta akan sejarah KPK. Misal ditanya alasan filosofis KPK berdiri, dia tak paham. Begitu juga ditanya konstelasi dan jatuh bangunnya KPK saat ini juga tak paham. "Jika menjadi pimpinan KPK, figur seperti ini tak punya grand design KPK mau diapakan," jelasnya.
Berikutnya ada juga figur yang tak sepakat dengan hadirnya penyidik independen di KPK. Saat ditanya dasar hukumnya kenapa menolak dia tak bisa menjawab. Padahal jelas dalam UU KPK, penyidik independen itu diperbolehkan.
Yang terakhir, ungkapnya, ada calon yang terbukti pernah menerima dana dari korporasi perusak lingkungan. Info ini kami dapatkan dari NGO yang bergerak di bidang lingkungan. "Pimpinan KPK kan mesti berani tolak gratifikasi. Kalau rekam jejaknya seperti ini ya tidak cocok untuk dipilih," jelasnya.
Harapan Yulius, dengan adanya data ini, penseleksian capim KPK dapat berjalan ideal. Dimana dapat membantu mengeliminasi 11 orang bermasalah versi dari YLBHI.