REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Tingginya harga daging ayam di pasaran dinilai bermula dari dikuranginya pasokan bibit ayam atau day old chicken (DOC) sejak awal 2015.
Pemerintah dikabarkan mengurangi pasokan bibit ayam hingga 30 persen tahun ini. Kejadian tersebut disusul adanya perilaku spekulan yang memqnjangkan rantai distribusi ayam.
"Situasi ini lantas didukung nilai tukar dollar yang menguat terhadap rupiah," kata Anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar pada Ahad (30/8).
Kondisi pelemahan rupiah terkait mengingat selama ini pabrik pakan ayam dimiliki oleh perusahaan asing dengan bahan baku sebagian besar perlu di impor.
Struktur pasar, lanjut dia, sangat berpengaruh terhadap jumlah margin keuntungan yang ditetapkan oleh para pelaku usaha dalam satu rantai pemasaran.
Ia menjelaskan, terdapat sejumlah perusahaan yang beroperasi di pasar, bagaimana barrier to entry and exit bagi perusahaan, dan karakteristik produk yang diperdagangkan sangat menentukan struktur pasar yang terbentuk.
Dari struktur pasar itu, muncul pengaruh untuk mempengaruhi harga pasar dari kekuatan perusahaan-perusahaan yang ada di dalam pasar tersebut.
"Secara umum pasar daging ayam terbentuk secara oligopoli, di mana perusahaan tunggal atau beberapa perusahaan dominan akan berperilaku sebagai pembentuk harga," tuturnya.
Para perusahaan tunggal tersebut memiliki keleluasaan dalam menetapkan harga dan menentukan margin seoptimal mungkin. Rantai distribusi menjadi penyebab lain tingginya harga daging ayam di pasaran.
Ia pun mendesak pemerintah melakukan pemotongan rantai distribusi dan memperhatikan kesejahteraan peternak ayam. Caranya dengan menjaga stabilitas Harga Pokok Produksi (HPP) ayam dibawah harga jual ayam hidup. Dengan begitul, peternak masih bisa mendapatkan keuntungan dari usahanya.
Koordinasi secara berkala juga harus dilakukan dengan asosiasi pedagang, asosiasi peternak, asosiasi rumah potong unggas, dan stakeholder lainnya.