Senin 31 Aug 2015 17:00 WIB

Menteri Siti: Perusahaan Hutan Jangan Melulu Dipandang Negatif

Rep: Sonia Fitri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri LHK, Siti Nurbaya saat membuka acara Jambore Konservasi Alam di Ujung Kulon, Banten, Sabtu (8/8).
Foto: ROL
Menteri LHK, Siti Nurbaya saat membuka acara Jambore Konservasi Alam di Ujung Kulon, Banten, Sabtu (8/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengapresiasi buku "Menyingkap Bisnis Kehutanan Indonesia" Buku baru saja diluncurkan pada Senin (31/8) di Kantor KLHK, diterbitkan oleh Yayasan Forespect.

"Kita dapat catatan yang baik, karena buku ini penting atas beberapa alasan," katanya memulai apresiasi. Ia menguraikan, dalam buku diceritakan soal catatan yang selama ini luput dari perhatian media alias untouch story.

Selama ini ketika berbicara soal perusahaan hutan, pasti kesannya selalu negatif dan merusak. Padahal perusahaan hutan pun punya peran besar dalam perbaikan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat hutan.

Buku, lanjut Siti, divisualisasikan dengan baik. Banyak fakta yang digali sekaligus dibarengi sejumlah konfirmasi. Ini merupakan contoh ideal untuk dipakai planologi dan perhutanan sosial. "Yang disampaikan di buku adalah people center, ini info yang baik, pemerintah sebagai simpul negosiasi harus berimbang, jangan melulu swasta disalah salah salah kan," tuturnya.  

Siti mengungkapkan, perjalanan sosiologis dunia kehutanan berjalan dalam waktu yang lama. Dalam keberjalanannya, perusahaan telah lama menyentuh masyarakat sembari mengusahakan bisnis kehutanan. Di Sumatera, ia mendapatkan informasi dari buku tentang local activities, halaman 56-64.

Di mana, kebakaran hutan dikemas dengan baik bagaimana swasta berinteraksi dengan masyarakat. "Ketika menangani kebakaran, saya curiga, kenapa swasta yang disalahkan ketika ada kebakaran, ini yang harus diselidiki lebih lanjut," ujarnya.

Penulis buku, Diah Y Suradiredja menyebut, latar belakang penulisan didasari kegalauan. "Hampir di setiap lokakarya, kita bicara pengolahan hutan dari sisi negatif, padahal kalau kita lihat, tidak semua begitu," ujarnya.

Lalu ia pun mulai membangun komunikasi dengan APHI dan mulai melakukan konfirmasi ke lapangan. Ia bercerita, penulisan buku didahulukan dengan penelitian di lapangan. Di Papua misalnya. Ia menilai banyak persoalan yang disentuh perusahaan, terutama menyelesaikan konflik dengan masyarakat adat.

Tercatat dalam buku, perusahaan kehutanan memberi fasilitas kesehatan pendidikan dan merekrut tenaga antropologi di masyarakat. "Pada intinya, mereka harus bekerja sama dengan masyarakat agar mereka bisa bekerja," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement