REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta buka mata dan telinga terhadap aksi turun ke jalan yang akan dilakukan buruh. Presiden RI Joko Widodo sebagai penentu kebijakan harus menepati janji-janjinya untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, dalam hal ini buruh. Sebab, masih banyak persoalan ketenagakerjaan yang masih menjadi PR pemerintah.
Anggota Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning menduga menteri-menteri di bawah Jokowi ingin menjatuhkan kredibilitasnya sebagai pemimpin negara agar nama Jokowi jelek. "Supaya rakyat berpikir kok kerjanya gini-gini saja, apa-apa makin susah. Nah ini patut diwaspadai," ucapnya saat dihubungi ROL, Senin (31/8).
Persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) bukan baru kali ini saja terjadi. "Saat nilai tukar dolar AS tidak sedang tinggi pun tetap bisa terjadi PHK," ucapnya.
Untuk itu, kemauan politik pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan, harus jelas. Keberpihakan Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri sangat diperlukan. Pemerintah jangan hanya bertindak sebagai penengah dan fasilitator antara buruh dan perusahaan.
"Ketika diperlukan untuk memihak, Menaker harus jelas memihak yang lemah (buruh)," ucap politikus PDI Perjuangan ini.
Saat melantik menteri-menterinya, Jokowi membutuhkan figur yang berani mengambil risiko dan menciptakan terobosan. Ribka menilai sejauh ini dari sisi kebijakan Menaker belum berpihak pada buruh. Awalnya, dia senang ketika Hanif dipilih menjadi Menaker.
Hanif lebih sering menemui buruh dibanding menteri sebelumnya. Tapi, kata Ribka, aksi Menteri tidak hanya sekadar bisa loncat pagar. "Yang ditunggu rakyat adalah kebijakannya. Berani tidak Hanif ambil risiko dan membuat terobosan? Ini dibutuhkan rakyat," ucapnya.