REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) bersama Burung Indonesia, USAID, dan Institut Pertanian Bogor (IPB), menggelar seminar internasional berjudul "Memperkuat Pengelolaan dan Implementasi Kebijakan Restorasi Ekosistem di Indonesia: Pembelajaran dari Lapangan dan Negara Lain" di IICC Bogor, Senin (31/8).
Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono menyampaikan, sejak tahun 2004 KLHK telah mengeluarkan kebijakan pengelolaan hutan produksi melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE). Hingga saat ini, lebih dari 550 ribu hektar hutan produksi telah dikelola melalui IUPHHK-RE.
"Pemerintah juga telah mengalokasikan 1,7 juta hektar kawasan hutan produksi untuk restorasi ekosistem," kata Bambang.
Dengan kebijakan tersebut, hutan produksi dapat dikelola untuk pemanfaatan berbagai hasil hutan, seperti hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan, dan ekowisata. Hasil hutan kayu, sementara itu, tetap bisa dimanfaatkan setelah keseimbangan hayati dan ekosistem tercapai.
Bambang optimistis, seminar internasional tersebut bisa menjadi ajang diskusi dan tukar pengalaman mengenai pengelolan restorasi ekosistem. Pengalaman dari lapangan di Indonesia, Amerika Serikat, Australia, dan Nepal juga disampaikan dalam seminar tersebut.
Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia yang lebih dikenal sebagai Burung Indonesia, termasuk organisasi yang selama ini menjadi inisiator restorasi ekosistem di tanah air. Chairperson Burung Indonesia, Ani Mardiastuti, menyebutkan bahwa restorasi ekosistem tersbut telah mendorong perubahan terhadap cara pandang terhadap hutan dan pengelolaannya.
"Pengelolaan hutan secara lestari juga penting mengingat sumbangan dan kontribusinya terhadap kelestarian keragaman hayati dan mitigasi perubahan iklim," ungkapnya.
Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Herry Suhardiyanto mengatakan, kebijakan berbasis sains tersebut perlu menjadi perhatian bersama. IPB menyatakan akan terus mengawal proses restorasi ekosistem dan pelestarian hutan.
Ia menegaskan, pakar-pakar IPB siap melakukan kajian secara khusus mengenai jasa lingkungan, produk non-kayu, dan ekowisata apa saja yang bisa dikembangkan di kawasan lokasi restorasi ekosistem.
"Sehingga untuk jangka panjang bisa terus sustain dan berkesinambungan," katanya.