REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Slamet Effendy Yusuf menilai isu penyatuan kalender Hijriyah di Indonesia tidak akan mencapai titik temu jika masih ada ego kelompok. Menurut Kiai Slamet, hal itu membuat seluruh ormas khususnya Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah belum bisa bersepakat dalam mencari metode penentuan awal bulan Hijriyah.
"Kalau masih ada ego maka akan selalu ada upaya mencari dalil pembenaran dari kelompok tertentu baik NU maupun Muhammadiyah," ujarnya ROL, Selasa (1/9).
Kiai Slamet menyatakan, MUI sejatinya ingin menerbitkan fatwa terkait persoalan tersebut dalam Musyawarah Nasional (Munas) kesembilan pekan lalu. Akan tetapi, ujarnya hal itu urung terlaksana karena ada penolakan dari beberapa pihak.
Kiai Slamet lantas menawarkan sebaiknya ormas Islam di Indonesia mengumumkan awal bulan dalam kalender Hijriyah secara bersama-sama. Hal itu pun perlu dibarengi dengan pembahasan-pembahasan yang intens untuk mencari titik temu penggabungan metode tersebut.
"Ayo berbesar jiwa karena dua kelompok ini (NU dan Muhammadiyah) punya pengikut yang besar," katanya.
Sementara itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah dikabarkan telah mengumumkan Idul Adha 1436 Hijriyah jatuh pada 23 September 2015. Artinya, warga Muhammadiyah akan berlebaran sehari lebih cepat dari kalender yang ditetapkan pemerintah.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj menyatakan pihaknya akan tetap menunggu hasil rukyatul hilal untuk menjadi landasan penentuan awal bulan Dzulhijjah. Ia menjelaskan, jika sudah memenuhi kriteria hilal pihaknya baru bisa mengumumkan hal itu. "Rukyat dulu. Belum bisa ditentukan kalau belum dilihat," ujar Said.