REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan menargetkan penyerapan anggaran sebesar 84,95 persen pada akhir tahun 2015. Angka ini naik signifikan dibanding tahun lalu hanya 75 persen.
Dalam paparannya di depan Komisi V DPR, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyebutkan bahwa penyerapan tersebut dilakukan di antaranya dengan upaya-upaya untuk mendorong percepatan pembangunan, pemanfaatan e-catalog dalam proses pengadaan barang, penghapusan ketentuan yang menghambat percepatan pelaksanaan kegiatan pengadaan barang atau jasa serta peningkatan kompetensi SDM Unit Layanan Pengadaan.
"Untuk saat ini penyerapan baru mencapai 12 persen (semester 1 2015). Tahun ini kita mendapatkan anggaran yang dua kali dibanding tahun lalu sebesar Rp 64,9 triliun, tahun lalu hanya Rp 35 triliun dan penyerapannya 75 persen," ujar Jonan, Selasa (1/9).
Jonan menambahkan, sejumlah kendala yang menghambat penyerapan anggaran termasuk di antaranya adalah kegiatan yang anggarannya masih diblokir. Kemenhub mencatat, dari total Rp 15,912 triliun yang masih diblokir, berasal dari APBN-P sebesar Rp 11,053 triliun atau 69,46 persen.
Selanjutnya, lanjut Jonan, terdapat refocusing atau self blocking perjalanan dinas dan meeting sebesar Rp 771 miliar. Selain itu juga ada pembangunan atau rehabilitas dermaga penyeberangan, fasilitas pelabuhan, pengerukan kolam pelabuhan dan fasilitas navigasi udara pada lokasi yang diusahakan BUMN, kegiatan yang belum dilengkapi dokumen lingkungan (AMDAL/non AMDAL), rencana induk (masterplan) dan dokumen teknis.
Selain itu, terdapat perubahan organisasi di lingkungan Ditjen Perkeretaapian dan Ditjen Perhubungan Darat (nomenklatur dan penggabungan satker) baru selesai pada bulan April - Mei 2015, terkendala pengadaan lahan, kegiatan masih menunggu persetujuan Multiyears Contract dan penyediaan jasa tidak melakukan penagihan uang muka.
"Untuk pengadaan barang melalui e-catalog pembayarannya dilakukan setelah fisik 100 persen sehingga tidak dilakukan pembayaran uang muka/termin dan tingginya nilai tukar Rupiah terhadap USD, berdampak pada sulitnya mendapatkan penyediaan barang impor," jelas dia.