Selasa 01 Sep 2015 23:02 WIB
Buruh Bergerak

'Perlu Terobosan Baru Sistem Pengupahan'

 Buruh melakukan aksi di bundaran Patung Kuda, Silang Monas, Jakarta Pusat, Selasa (1/9).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Buruh melakukan aksi di bundaran Patung Kuda, Silang Monas, Jakarta Pusat, Selasa (1/9). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi politik dari Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga menilai perlu terobosan baru terkait pengupahan di sektor padat karya. Salah satunya dengan menerapkan sistem kluster pengupahan berdasarkan wilayah.

"Seperti kluster upah wilayah Indonesia Barat, Tengah dan Timur, dengan asumsi setiap wilayah tersebut berbeda pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan daya beli," katanya, Selasa (1/9).

Hal tersebut, kata Andy, mampu mencegah relokasi perusahaan dari wilayah yang upah tinggi ke rendah seperti yang terjadi di Jawa. Selain itu, perundingan upah di tingkat bipartit perlu segera didorong dan dimasukkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan tenggat waktu kenaikan upah 2 tahun, sebagaimana masa berlaku PKB.

"Upah minimum hanya sebagai jaring pengaman. Hal tersebut dibuat untuk mencegah politisasi upah oleh para kepala daerah pada saat musim Pilkada," kata Andy.

Pada Selasa ini, ribuan buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia (GBI) melakukan long march menuju Istana Negara, Jakarta, setelah berkumpul di Bundaran Bank Indonesia. Para pekerja meminta kenaikan upah minimal 22 persen pada 2016 untuk menjaga daya beli. Selain itu, buruh juga menolak keras Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan yang hanya berbasis inflasi plus dan pendapatan domestik bruto.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan upah pekerja pasti akan mengalami kenaikan setiap tahun, namun besarannya harus dibicarakan dengan kalangan dunia usaha. "Saya pastikan upah naik setiap tahun, hanya terkait besaran kenaikannya harus dibicarakan juga dengan dunia usaha," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement