REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Konferensi Internasional Alquran Braille kembali diadakan baru-baru ini di Istanbul, Turki. Acara tahunan itu digelar untuk kedua kalinya dan dihadiri delegasi dari 18 negara.
Acara diselenggarakan LSM International Union of Braille Quran Services (IBQS) yang berbasis di Istanbul. Pada kesempatan ini, para difabel membahas masalah mereka dalam kehidupan sehari-hari saat mempraktikkan ajaran agama dan mengakses teks-teks agama.
"Kami fokus menciptakan ortografi Alquran yang dikenali semua Muslim tunanetra. Ini sebuah tantangan besar bagi umat Islam," kata Ketua IBQS Selahattin Aydın, dilansir dari Muslim Village, Selasa (1/9).
Mereka juga akan membahas rencana perluasan layanan IBQS untuk mengatasi kebutuhan tunanetra Muslim di Afrika dan Asia Tengah, serta akses ke sumber-sumber agama yang ditulis untuk umat Islam tunanetra di Barat selama acara tiga hari itu. Tantangan membawa Alquran braille saat bepergian, yang menimbulkan masalah besar karena ukurannya yang besar, turut dibahas pada acara tersebut.
Menteri Keluarga dan Kebijakan Sosial, Aysenur İslam, mewakili pemerintah di acara tersebut. Ia menguraikan upaya Pemerintah Turki untuk menjangkau penyandang cacat, termasuk 216 ribu tunanetra.
Menurut İslam, pemerintah berusaha menyusun kebijakan yang membantu penyandang cacat mendapat kehidupan sosial lebih baik, terutama dengan meningkatkan taraf pekerjaan mereka.
"Konferensi ini signifikan untuk membantu tunanetra menjangkau kebutuhan spiritual. Mereka mungkin memiliki disabilitas, tapi disabilitas ini seharusnya tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk meraih cahaya Alquran," kata İslam.
Mengenai upaya Turki untuk membantu Muslim tunanetra, İslam mengatakan pemerintah juga bermaksud membuat lebih banyak masjid yang dapat diakses oleh penyandang cacat, serta menempatkan Alquran dan buku-buku agama dalam huruf braille di setiap masjid.