Rabu 02 Sep 2015 00:01 WIB
Capim KPK

Koalisi Masyarakat: Jokowi Harus Tinjau Ulang Delapan Nama Capim KPK

Capim KPK Johan Budi
Foto: Republika/ Wihdan
Capim KPK Johan Budi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menyarankan Presiden Joko Widodo meninjau kembali delapan nama calon pimpinan KPK yang diajukan panitia seleksi pada Selasa (1/9).

"Dalam menerima calon yang diajukan panitia seleksi, Presiden perlu membuat catatan tertulis atas kualitas dan rekam jejak karena masih banyak calon yang diragukan idependensi, integritas, dan kredibilitasnya," kata anggota Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Julius Ibrani melalui siaran pers, Selasa (1/9).

Selain itu, juga menyarankan Presiden untuk memberi peringatan keras dan pendisiplinan kepada kepolisian dan intitusi asal capim KPK lainnya atas upaya-upaya mereka menganggu Pansel KPK dalam bekerja, yang mempermalukan Presiden sebagai pemberi mandat.

Dia mengatakan Presiden juga harus menunjukkan kepemimpinan dan keberpihakannya dalam agenda penguatan KPK dengan tidak memberi ruang pada revisi UU KPK dan UU Tipikor, serta meminta kepada jajarannya untuk berhenti mempromosikan wacana pembubaran KPK.

"Sebaliknya, memastikan terus mendukung KPK dari proses kriminalisasi, pemangkasan kewenangan dan pengurangan anggaran," kata koordinator bantuan hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu.

Selain itu, kata Julius, Presiden juga harus memprakarsai dan mendorong setiap calon untuk membuat deklarasi konflik kepentingan dan pakta integritas untuk memastikan independensi, imparsialitas, dan standar tinggi dalan bekerja.

Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi lainnya Febri Hendri mengatakan instrumen seleksi oleh Pansel tidak mampu memilah calon bermasalah dari sejak awal, dan memilih calon-calon berkulitas dan memiliki rekam jejak dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Masih terasa kecenderungan memberi ruang kepada pihak-pihak yang selama ini nyata-nyata ingin mengurangi kewenangan KPK, melemahkan KPK melalui kriminalisasi, maupun mengurangi kewenangan organisasinya. Seperti yang diungkapkan Basaria Panjaitan dalam wawancara kemarin yang menolak dengan tegas penyidik independen," kata dia.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement