REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengamat politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti menilai langkah yang diambil Komisi Pemilihan Umum Surabaya sudah tepat dengan memberikan status tidak memenuhi syarat bagi wali kota dan wakil wali kota setempat Rasiyo-Abror.
"KPU Surabaya sebagai penyelenggara pemilu telah bersikap mandiri dan independen, dalam artian sama sekali tidak di bawah tekanan atau pengaruh pihak luar," kata Guru Besar Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga Ramlan Surbakti saat berkunjung ke KPU Surabaya, Selasa (1/9).
Menurut mantan anggota Komisi Pemilihan Umum RI itu, KPU Surabaya sebagai lembaga penyelenggara pemilu harus menjunjung tinggi asas Penyelenggara Pemilu yang salah satunya kepastian hukum. "KPU harus memperlakukan semua pasangan calon dengan sama. Tidak bisa pada pasangan calon dikenakan persyaratan yang berbeda," ujar Ramlan.
Ia mengatakan yang dilakukan KPU Surabaya ini sudah sesuai peraturan perundang-undangan yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan KPU dan dilaksanakan oleh KPU di daerah. "Sedangkan perundang-undangan itu sendiri, yang membuat juga bukan KPU, tetapi oleh partai yang ada di DPR," katanya.
Terkait rencana partai politik untuk membawa permasalahan yang sedang terjadi ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Ramlan menganggap bahwa langkah tersebut tidak tepat karena hal tersebut sama sekali tidak terkait dengan pelanggaran kode etik, namun lebih kepada sengketa administrasi.
"Ini bukan pelanggaran kode etik. Maka kalau tidak puas dengan keputusan KPU Kota Surabaya, bisa menggugat ke Bawaslu, tidak langsung ke PTUN. Kalau keberatan dengan Bawaslu, barulah ke PTUN. Jadi arahnya tidak ke DKPP," katanya.