REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Moderasi Islam di kalangan masyarakat Muslim Indonesia, khususnya dalam kehidupan keagamaan dan kebangsaan harus ditingkatkan sebagai bentuk penangkalan terhadap paham radikalisme fundamentalis.
“Fenomena radikalisme fundamentalis literalis tampak pada kalangan umat Islam yang bersikap ekstrem dalam memahami hukum-hukum agama dan mencoba memaksakan cara tersebut dengan menggunakan kekerasan di tengah masyarakat Muslim,” terang Ketua Steering Comitte Seminar Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ikatan Alumni Al-Azhar Internasional Cabang Indonesia Romli Syarqawi, dalam rilisnya pada REPUBLIKA.CO.ID, Rabu (2/9).
Corak penafsiran agama radikal fundamental, menurutnya, ditandai oleh empat hal, yaitu sikap tidak toleran, yaitu tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain; fanatik, yaitu selalu merasa benar sendiri, menganggap orang lain salah; eksklusif, yaitu membedakan diri dari umat Islam pada umumnya.
Kemudian bersikap revolusioner, yaitu cenderung menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan; serta sikap memahami teks keagamaan secara teksual dan parsial dan mengabaikan nilai-nilai modernitas Islam.
“Untuk menghadang efek negatif dari kedua kecenderungan tersebut, perlu ditegaskan dan diteguhkan kembali paham moderat yang mampu merangkul dan menerima setiap sisi kehidupan keberagamaan,” cetus Romli.
Konsep moderat (washatiyah), dipaparkannya, berarti keseimbangan di antara dua sisi yang sama tercelanya; ‘kiri’ dan ‘kanan’, berlebihan (ghulu) dan keacuhan (taqshir), literal dan liberal, seperti halnya sifat dermawan yang berada di antara sifat pelit (taqtir/bakhil) dan boros tidak pada tempatnya (tabdzir).
Karena itu, ujarnya, kata wasath biasa diartikan dengan ‘tengah’. Dalam sebuah hadis Rasulullah, ummatan wasathan ditafsirkan dengan ummatan ‘udulun.
Sehingga, Romli berharap dalam pertemuan alumni Al Azhar ini akan dibahas beberapa prinsip moderat dalam memahami teks. Yakni secara menyeluruh (komprehensif), seimbang (tawazun), dan mendalam. Serta memahami prinsip-prinsip syariah (maqashid asy-syari’ah) dan tidak jumud pada tataran lahir.