REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Musyawarah Nasional (Munas) IX Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan beberapa rekomendasi. Salah satunya, pemerintah dan aparat penegak hukum menindak tegas sekte atau kelompok dan paham keagamaan dan non-keagamaan yang ekstrem.
"Apakah yang disebut ekstrem itu mengganggu keamanan kesatuan RI, jika itu yang dimaksud maka kita setuju itu ditindak secara tegas," ujar Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay saat dihubungi REPUBLIKA.CO.ID, Selasa (1/9).
Kata ekstrem yang disebutkan dalam rekomendasi MUI, dinilainya perlu didefinisikan kembali. Sebab, kata itu masih bersifat umum dan dapat menimbulkan makna yang tidak spesifik.
Saleh menjelaskan bahwa jika yang dimaksud itu merupakan kelompok yang mengancam warga dan negara Indonesia seperti kelompok radikal ISIS, itu sudah jelas mengganggu dan berbahaya bagi pemerintah. Maka, ia pun setuju sudah semestinya ditindak tegas.
Hanya saja, Saleh menerangkan bahwa jika itu kelompok-kelompok yang memiliki pandangan berbeda. maka itu tidak bisa menjadi ranah pemerintah.
"Tetapi kalau yang dimaksud adalah perbedaan pandangan terhadap sesuatu, saya kita tidak menjadi konsentrasi pemerintah," ujar Saleh.
Menurutnya, pemerintah memiliki tugas untuk melindungi semua warganya, termasuk untuk menjalankan dan meyakini sebuah paham keagamaan. Pemerintah tidak bisa menginterpensi pada keyakinan warga Indonesia.
Jika memang suatu kelompok paham keagamaan dinyatakan tidak sesuai, maka menurutnya ada baiknya ditilik lebih dalam kembali atas dasar hukum. Bila kelompok itu terbukti bersalah dengan bukti-bukti yang ada di mata pengadilan, maka pemerintah dalam mengambil tindakan sebagai upaya pengamanan bagi warga dan negara.
"Katakanlah jika itu ada tuduhan penghinaan agama, itu ada undang-undangnya tentang penghinaan agama, dibawa ke pengadilan agama, di situ diuji, betul tidak ada penodaan agama, dari situ bisa melakukan tindakan, kalau tidak kita tidak bisa juga," ujarnya.