REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (KMS AntiKorupsi) menyatakan ada dua orang kandidat capim KPK yang memiliki catatan miring. Yakni, mereka terindikasi dekat dengan partai politik tertentu.
"Ini hasil tracking kami. Jelas hal tersebut merupakan preseden yang buruk," ujar aktifis ICW, Febri Hendri di kantornya Rabu (2/9). Dia menyatakan dua kandidat yang ada dibantu untuk naik jabatan saat masih duduk di profesi terdahulunya.
Dengan kondisi seperti ini, kata dia, jelas ada utang budi politik. Hal tersebut membuat kandidat itu tak bebas bergerak ketika nantinya menjabat pimpinan KPK. Ujung ujungnya nantim katanya, KPK tak akan bertaji lagi dalam melakukan pemberantasan korupsi.
"Untuk namanya kami tak mau publikasikan. Sebab itu tak etis," kata dia.
Pansel telah menyerahkan delapan nama ke Presiden Joko Widodo pada Selasa (1/9) siang. Delapan nama Capim KPK yang terpilih dibagi menjadi empat yang berkaitan dengan pencegahan, penindakan, manajemen, dan yang berkaitan dengan supervisi koordinasi dan monitoring.
Untuk pencegahan, pansel memilih Saut Situmorang (Staf Ahli Kepala BIN) dan Surya Tjandra (Dosen FH Unika Atma Jaya). Untuk penindakan, pansel memilih Alexander Marwata (Hakim Ad Hoc Tipikor PN Jakarta Pusat) dan Basaria Panjaitan (Polri).
Untuk manajemen, pansel memilih Agus Rahardjo (Kepala Lembaga Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah) dan Sujanarko (Direktur Direktorat Pembinaan Jaringan Kerjasama Antar Komisi dan Instansi KPK). Sedangkan supervisi koordinasi monitoring, pansel memilih Johan Budi Sapto Pribowo (Plt Pimpinan KPK) dan Laode Muhamad Syarif (Rektor FH Universitas Hasanudin).