REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendikiawan Muslim, Azyumardi Azra menilai parameter radikalisme itu ditentukan tingkat pemikirannya. Kalau pemikirannya tidak lazim dan tidak ingin menjadi panutan masyarakat umum berarti radikal, seperti ingin melakukan perubahan secara cepat, menyeluruh dengan cara-cara tidak konvensional.
"Kalau kemudian pikiran-pikiran radikal itu diwujudkan dalam bentuk aksi, seperti menaruh bom, ya itu berarti terorisme," kata dia. Azyumardi mengakui ada penafsiran berbeda terhadap parameter radikal, bahkan ada yang berpendapat radikal itu baik.
Tetapi menurut dia, secara keagamaan maupun sosiologis, yang namanya radikal tetap tidak baik.
Azyumardi menghargai upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merangkul generasi muda guna menghindarkan mereka dari pengaruh paham kekerasan.
Namun, lanjut Azyumardi, dewasa ini kelompok penyebar paham kekerasan tak lagi mengandalkan cara konvensional berupa dakwah dan ceramah. Mereka beralih ke internet yang memiliki jangkuan lebih luas, sehingga pemantauan terhadap situs-situs negatif menjadi sangat penting.