Kamis 03 Sep 2015 20:17 WIB

Jaksa Agung Diminta Paparkan Alasan Ungkap Kasus Cessie BPPN

Jaksa Agung HM Prasetyo.
Foto: Antara
Jaksa Agung HM Prasetyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara UI Margarito Kamis meminta Jaksa Agung HM Prasetyo membuka apa alasan yang sebenarnya korps adhyaksa itu ngotot mengungkap kasus dugaan korupsi penjualan hak tagih (cessie) Badan Penyehatan Perbankan Negara (BPPN) yang disebut membuat negara rugi.

"Kalau belanja mau ikut lelang BPPN kan musti datang dengan perusahaan, cek dong, argumen itu sungguh tidak valid. Ngga masuk akal, apa memang yang salah?" Kata Margarito kepada wartawan, Kamis (3/9).

Sebelumnya Prasetyo menuding, pembentukan PT Victoria Securities Indonesia (VSI) sengaja dibentuk dengan memanfaatkan momentum krisis ekonomi. "Punya duit dan dia mau gunakan duitnya beli aset BPPN memang kenapa? Lalu dia dimana salahnya?" tanya Margarito.

Ia meminta, agar Prasetyo membuka seluruh penyidikan ke publik. Margarito juga berharap Kejaksaan Agung memeriksa seluruh perusahaan yang ikut lelang saat itu.

"Soal begini yang akan mendorong orang melihat ada motif politik, memang sulit dibuktikan, tapi jadi merangsang orang untuk bertanya-tanya," katanya.

Kejagung mengklaim jika terdapat kerugian negara dari penurunan harga yang ditawarkan First Capitol dengan penawaran VSIC. Hal itulah yang membuat pihak VSIC terheran-heran.

"Kalau pun ada yang mau ribut, dengan harga awal Rp 69 miliar, terus jadi Rp 32 miliar, yang kemudian dibilang kerugian negara, yang ribut adalah penawar tertinggi. Si Capitol. Dia aja nggak ribut," kata kuasa hukum Victoria Securities International Indonesia (VSIC), Irfan Aghasar.

Jika cara berhitung yang seperti itu terus dipakai Kejagung, penegakan hukum khususnya kasus korupsi di tanah air akan semakin amburadul. Irfan juga mengatakan, jika HM Prasetyo Cs sebenarnya tidak punya kemampuan untuk menangani sebuah kasus korupsi.

"Anehnya lagi, kalau hitungan (kerugian negara) seperti itu, waduh, bagaimana nanti penyidikan hukum, bagaimana kualitas penegak hukum. Katanya mau jadi kompetitor KPK, sedangkan sumber dayanya belum siap. Tidak mengerti bagaimana penyidikan kasus tindak pidana korupsi," katanya.

Lebih lanjut Irfan menjelaskan, banyak aset yang diambil alih BPPN, namun tidak bisa dikembalikan ke negara. Setidaknya ada 70 persen aset, soal cassie yang tidak bisa dijual oleh BPPN

Menurutnya, jikalau Kejaksaan Agung ingin serius menangani kasus cassie BPPN, seharusnya ditelisik adalah hak tagih yang tidak berhasil dijual. Karena dari sanalah bisa dihitung berapa kerugian negara.

"Karena terus terang, ‘recovery’ BPPN pada saat itu, total aset yang dikelola, hanya 30,6 persen sekian, jadi kalau secara global yang 70 persen itu kemana? Masuk kerugian negara atau tidak? Silahkan tanya BPK," katanya.

Irfan mengatakan, ada yang janggal ketika perusahaan yang dibelanya ikut terseret dalam kasus ‘cassie’ BPPN. Padahal, dari total 30 persen hak tagih BPPN yang berhasil terjual, sedikitnya terdapat andil VSIC.

Seperti diketahui, VSIC telah membeli hak tagih BPPN yang diambilalih dari Bank Tabungan Negara (BTN). Hak tagih itu berupa jaminan tanah milik PT Adyaesta Ciptatama seluas 1200 hektar, dengan harga Rp 32 miliar.

"30 persen, dari total ‘recovery’ yang dikembalikan BPPN, yang dikelola asetnya termasuk salah satunya kami, itu masuk kerugian negara atau tidak? Hitung dulu secara total, karena kalau sudah ada hitungan totalnya, berarti seluruh daftar aset-asetnya itu dilelang secara terbuka," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement