REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengatakan langkah Partai Amanat Nasional (PAN) bergabung dengan pemerintah membuktikan rentannya pola koalisi partai pasca-pilpres berakhir.
"Tak adanya regulasi terkait koalisi di parlemen mengakibatkan rentannya keberadaan koalisi itu. Karena hanya berdasarkan kesepakatan antarpartai, maka sangat mudah bagi partai untuk membatalkannya dalam perjalanan waktu," kata peneliti senior Formappi Lucius Karus di Jakarta, Jumat (4/9).
Lucius mengatakan koalisi partai pascapilpres layaknya Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih mudah ditinggalkan para partai anggotanya, ketika kepentingan partai tak sejalan lagi dengan partai-partai dalam koalisi itu.
Secara umum Formappi menyebut bergabungnya PAN ke sisi pemerintah sesungguhnya sudah dapat diterka. Sikap politik PAN di bawah Zulkifli Hasan sejak awal kepemimpinannya sebagai Ketum PAN sudah menampilkan sinyal-sinyal tersebut.
Belakangan sinyal itu terbukti setelah PAN menyatakan sikap resminya untuk bergabung dengan pemerintah Rabu (2/9) lalu. "Perpindahan PAN itu sebenarnya tak mengejutkan. Sebagaimana juga keberadaan koalisi itu sendiri memang bukan sesuatu yang pasti, karena koalisi di sistem ketatanegaraan kita tidak dikenal. Koalisi hanya lah penamaan untuk gabungan parpol pada pilpres," jelas dia.
Dia mengatakan kerja sama antar partai untuk pencalonan dalam Pilpres sebenarnya berakhir setelah presiden dan wakil presiden terpilih. Akan tetapi praktik yang terjadi di Indonesia, kerja sama saat pemilu ini dipertahankan sampai ke parlemen.
Apa yang terjadi di PAN, kata dia, telah membukti bahwa koalisi bukan sebuah kemitraan yang kuat. Kemitraan partai baik di KIH maupun KMP hanya untuk kepentingan kekuasaan sesaat.
Koalisi dipandang hanya alat partai pada waktu tertentu untuk mendapatkan kursi. Setelah kepentingan itu sudah diraih, maka tak ada jaminan kerja sama atau koalisi tetap bertahan.
Lebih jauh, kata Lucius, PAN merupakan partai pertama yang secara terbuka menyatakan sikapnya beralih mendukung pemerintah. Menurutnya, tak perlu mencari alasan yang sangat teoritis untuk menjelaskan keputusan PAN itu.
"Ini semua bicara tentang peluang partai ke depannya. Partai akan memilih ruang kekuasaan dimana mereka bisa mendapatkan keuntungan. Dan PAN rupanya melihat peluang untuk meraup keuntungan, politis maupun non politis seperti finansial, dengan berada di sisi pemerintah," terangnya.
Dia memandang semua partai akan cenderung melakukan hal yang sama dengan PAN, walau ada pula partai yang malu-malu dan mencoba tetap nampak seolah-olah sangat ideologis dan idealis dengan sikap politiknya saat ini.