Jumat 04 Sep 2015 21:42 WIB

Antara Al Sisi, Jokowi, dan Pancasila

Rep: C20/ Red: Muhammad Hafil
Presiden Mesir Abdel Fatah Al Sisi.
Foto: Welt.de
Presiden Mesir Abdel Fatah Al Sisi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo menerima Presiden Mesir Abdul Fattah Assisi dalam kunjungan kenegaraan petang ini. Kedua kepala negara tersebut juga dikabarkan akan melakukan perjanjian bilateral.

Dalam pertemuan itu, Komnas HAM mengingatkan kepada Jokowi untuk memerankan politik bebas aktif dan kebijakan luar negeri yang berdasarkan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab serta penghormatan terhadap demokrasi dan HAM sesuai amanat Pancasila dan UUD RI 1945.

Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menilai Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan nomor satu di dunia Muslim harusnya menjadi model dan contoh yang baik bagi proses bernegara yang berdasarkan hukum dan keadilan bagi negara lain.

"Menerima Presiden yang menduduki posisinya saat ini dengan proses politik yang tidak sehat, tampak bertentangan dengan martabat Indonesia sebagai negara yang demokratis dan menghormati HAM," kata Maneger saat dihubungi, Jumat (4/9).

Maneger beralasan karena sosok mantan Panglima Angkatan Bersenjata Mesir itu dinilai bertanggung jawab atas serangkaian tragedi kemanusiaan di negara piramid tersebut. Sejak kudeta militer di Mesir pada 3 Juli 2013, Maneger mengatakan setidaknya ada 12  tragedi pembantaian besar yang dilakukan Jenderal Assisi.

Buku Putih yang diterbitkan Komite Nasional untuk Kemanusiaan dan Demokrasi Mesir (Komnas KDM) yang dilaporkan ke Komnas HAM RI (4/9) lanjut Maneger, mencatat 6181 orang tewas, dan 25.552 luka-luka dianiaya dalam kurun waktu 50 hari.

"Belum ditambah korban pembunuhan dan penganiayaan yang terus berlanjut dalam rentang waktu 2014-2015," ujar Maneger.

Maneger menambahkan, sebanyak 18.565 orang juga ditahan paksa tanpa pengadilan. Selain itu, menurut Maneger, lebih dari 300 tahanan  meninggal di dalam penjara.

"Bukan hanya pada warga sipil, Assisi juga terbukti melakukan pembunuhan terhadap jurnalis, 8 orang jurnalis tercatat tewas," katanya.

Menurut dia, hal itu bertentangan dengan posisi Indonesia yang baru saja memperingati hari kemerdekaan ke-70 dengan prinsip menjunjung hak asasi manusia. Maneger mengungkapkan dalam Pembukaan UUD RI disebutkan bahwa Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Oleh karena itu, penjajahan di atas muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.

"Kemerdekaan bukan hanya terhadap penjajahan asing, namun juga kebebasan warga negara memenuhi hak dan kewajibannya," ujar Maneger.

Selain itu juga Indonesia sudah meratifikasi Konvensi PBB Anti Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (The United Nations Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement