REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Dalam lukisan Penangkapan Diponogoro karya Raden Saleh Syarif Bustaman, ada satu sosok berkumis tebal yang berdiri di antara barisan pengikut Diponegoro. Lelaki itu mengenakan busana priyayi Jawa.
Berblangkon batik dan memakai sikepan (jas ala Belanda) berwarna hijau muda lengkap dengan hiasannya. Pandangannya tertuju pada tokoh sentral dalam lukisan, Pangeran Diponegoro. Satu sosok lain berdiri di pilar bagian barat.
Keberadaannya tersembunyi di belakang seorang pasukan Belanda yang memegang senapan. Tampak hanya kepala yang menoleh ke arah timur laut, menyorot sang Pangeran Diponegoro. Dia berada dekat sang pangeran yang dikerumuni petinggi militer Belanda di pelataran wisma residen Kedu.
Sosok pertama adalah Raden Saleh sendiri. Ia menggambar dirinya sendiri di peristiwa tersebut. Raden Saleh menggambar dirinya sendiri sebagai keberpihaknya kepada Pangeran Diponogoro.
Sosok kedua yang tak bersorban itu adalah Joyosuroto atau kerap disapa Roto, salah satu pengiring atau panakawan Diponegoro. Sebagai pendamping yang paling intim, dia bersama panakawan lainnya memiliki gabungan peran; abdi pengiring, guru, penasihat, peramu obat, pembanyol, dan penafsir mimpi.