REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Kehormatan Dewan (MKD) harus memanggil pimpinan DPR yang datang ke kampanye calon Presiden AS Donald Trump. Kedatangan pimpinan dinilai bisa jadi merupakan pelanggaran dari sistem ketatanegaraan.
"Kalau perlu tidak hanya ke MKD, tapi juga dibahas di sidang paripurna. Tanyakan kenapa pimpinan dewan bisa begitu," kata pengamat politik dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Teguh Yuwono kepada Republika.co.id.
Tindakan pimpinan DPR tersebut dinilainya sebagai kekeliruan besar. "Tidak hanya mencoreng arah politik luar negeri bangsa, tapi juga ikut mengintervensi negara lain. Ini tidak benar," ucapnya.
Menurut Teguh, pernyataan Setya Novanto yang menyebut bahwa orang Indonesia menyukai Trump memang tidak melecehkan martabat bangsa, hanya saja tindakannya tersebut tidak bisa dibenarkan. Setya datang ke sana sebagai ketua dewan. Situasi ini bisa dipolitisasi oleh Trump.
"Dia itu kan bicaranya bebas, suka menyerang orang juga. Itu bisa berdampak dalam hubungan luar negeri Indonesia-AS," ujarnya.
Harusnya DPR bisa membedakan mana kunjungan politik atau parlemen. Kalau memang itu adalah kunjungan parlemen harusnya dilakukan ke lembaga-lembaga negara, bukan ke kandidat yang mau maju menjadi Presiden. "Secara kontekstual, Fadli Zon dan kawan-kawan keliru," kata Teguh.