REPUBLIKA.CO.ID, HOPONE -- Pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi pada akhir pekan lalu mengimbau kelompok pemberontak etnis Myanmar untuk tak terburu-buru mencapai kesepakatan dalam negosiasi dengan pemerintah. Ia meminta kelompok mengkaji secara perlahan kesepakatan untuk menjamin perdamaian dan stabilitas jangka panjang.
Komentar Suu Kyi datang menjelang pertemuan antara Presiden Myanmar Thein Sein dan kelompok pemberontak di ibukota pada Rabu (10/9) mendatang. Mereka berencana membahas kembali proposal draf gencatan senjata.
Meraih kesepakatan dengan kelompok pemberontak dinilai akan menjadi kemenangan politik bagi Thein Sein. Langkah tersebut dapat meningkatkan kesempatan Partai Uni Solidaritas dan Pembangunan memenangkan pemilihan umum pada 8 November.
Sejauh ini kelompok etnis bersenjata menolak draf perjanjian yang telah dinegosiasikan selama hampir dua tahun. Mereka mengatakan, pemerintah harus mengamandemen konstitusi untuk memberikan otonomi lebih pada etnis minoritas.
"Jika perjanjian gencatan senjata merupakan kesepakatan nyata untuk menghentikan pertempuran, saya harap secepatnya tercapai. Tapi itu harus nyata dan benar," kata Suu Kyi dalam sebuah pidato di kota Hopone.
Suu Kyi juga mengatakan semua kelompok pemberontak harus dimasukkan dalam kesepakatan mengakhiri permusuhan antara tentara Myanmar dan faksi yang mengangkat senjata sejak kemerdekaan tahun 1948.
"Yang paling penting adalah kesepakatan gencatan senjata jangka panjang. Tak ada pertempuran lagi pada hari-hari setelah penandatanganan perjanjian," ungkap Suu Kyi.