Senin 07 Sep 2015 19:19 WIB

Konsolidasi UUS BPD, OJK Diminta Relaksasi Regulasi

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Djibril Muhammad
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi opsi penggabungan unit usaha syariah (UUS) yang dimiliki bank umum konvensional untuk di-spin off menjadi satu bank umum syariah. Dengan opsi ini, OJK diminta untuk merelaksasi regulasi yang ada.

Soal konsolidasi dengan UUS BPD lain, Pemimpin Divisi Usaha Syariah BPD Jatim (Bank Jatim) Avantiono Hadhianto mengatakan, syarat BUK bisa memiliki anak usaha salah satunya BUK sudah di level BUKU II. Kalau dilihat dari modal inti induk BPD Jatim yang sudah Buku III, ia melihat BPD Jatim sudah memadai untuk punya anak usaha syariah.

Meski begitu, sempat ada pembicaraan dengan beberapa BPD lain, seperti BPD NTB soal konsolidasi. Tapi saat ini UUS Bank Jatim fokus menyelesaikan tugas yang ada untuk 2017.

Jikapun OJK menganjurkan agar UUS BPD digabung agar lebih ringan, Tio menyarankan agar ada relaksasi aturan. Sebab jika BUS Jatim sudah berdiri dan UUS BPD NTB mau bergabung, sulit terlaksana. "Karena ada aturan aset BUS hasil spin off harus punya koneksi grup," kata Tio, Senin (7/9).

UUS Bank Jatim sendiri sudah membuat road map spin off pada 2012. Sudah dibuat pula studi aspek bisnis dan nonbisnisnya. Rencananya, pada 2017 UUS Bank Jatim sudah spin off menjadi BUS.

Untuk menindaklanjuti, April 2015 lalu usulan ini sudah diajukan dalam RUPS dan setujui. Saat ini sudah ada tim khusus pendirian anak usaha. Tim ini memiliki enam modul persiapan kapasitas anak usaha antara lain SDM, akutansi, dan sistem informasi teknologi.

"Karena yang penting pasca spin off. BUS hasil spin off harus bisa bersaing dalam industri dengan kondisi saat ini," kata Tio.

Dalam road map 2012, direncanakan BUS Jatim memiliki aset minimal Rp 2,5 triliun dengan minimal enam cabang dan enam belas kantor cabang pendukung.

Meski begitu, anak usaha syariah Bank Jatim kelak tetap bisa memanfaatkan infrastruktur induk. Terlebih setelah dapat UUS Bank Jatim mendapat amanah mengelola dana haji.

Kepada Kementerian Agama, BPD Jatim berkomitmen memudahkan layanan haji bagi nasabah. Fasilitasi ini diharapkan tidak hilang.

"Nanti technical level agreement (TLA) dan service level agreement (SLA) supaya tidak lepas dengan BPD induk. Sehingga hal-hal seperti likuiditas, jaringan, dan kantor fungsional anak usaha bisa tetap didukung," jelas Tio.

Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga mempunyai kantor perwakilan dagang di 28 provinsi. UUS Bank Jatim ingin diberi kesempatan untuk bisa manfaatkan kantor itu. Dengan begitu jaringan jadi efisien dan fungsi kantor perwakilan pun tetap berjalan.

Per Agustus 2015, aset UUS Bank Jatim mencapai Rp 1,3 triliun, pembiayaan sebesar Rp 700 miliar, rasio pembiayan terhadap pendanaan (FDR) 80 persen dan laba mencapai Rp 4 miliar. Menjelang akhir tahun UUS Bank Jatim akan mendorong pembiayaan agar bisa sampai 90 persen.

Dalam Roadmap Perbankan Syariah Indonesia2015-2019, Arah Kebijakan Dua, OJK meminta komitmen BUK untuk mempersiapkan roadmap spin off UUS. Dengan begitu, BUS hasil spin off diharapkan memiliki kapasitas dan kualitas layanan yang memadai.

OJK juga meminta spin off tidak dilakukan serentak untuk menjaga stabilitas perbankan nasional. UUS BUK diberi waktu hingga 2023 untuk melakukan spin off.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement