REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, produsen tempe dan tahu lebih menyukai kedelai lokal ketimbang kedelai impor. Sebab, kedelai lokal kulitnya lebih tipis sehingga cepat matang dan memiliki rasa yang lebih enak.
"Kedelai lokal kandungan airnya banyak sehingga kalau dibikin tahu jauh lebih bagus, ketimbang pakai kedelai impor," ujar Aip di Jakarta, Senin (7/9).
Kedelai lokal memang memiliki kualitas yang lebih unggul, namun produsen tempe dan tahu cenderung memilih kedelai impor karena persoalan harga. Menurut Aip, harga kedelai impor lebih murah ketimbang kedelai lokal.
Kisaran harga kedelai lokal yakni Rp. 7700 per kilogram, sedangkan harga kedelai impor sekitar Rp. 7000 per kilogram. Padahal, kedelai lokal bisa laku kalau dijual di kisaran harga antara Rp. 5500 sampai Rp. 6000 per kilogram.
Aip menjelaskan, sebenarnya produsen tempe dan tahu siap membeli kedelai lokal asalkan harganya dapat bersaing. Selain itu, standar mutu dan kualitas kedelai lokal juga harus ditingkatkan.
Menurut Aip, petani kedelai di dalam negeri harus diberikan edukasi yang mumpuni dalam mengolah tanaman kedelai mulai dari prapanen sampai pascapanen.
"Kalau kita beli kedelai lokal nggak dibersihin, kadang masih banyak material tanah dan bercampur dengan daun sedangkan kalau beli impor udah bersih," ujar Aip.
Menurut Aip, keterbatasan lahan juga menjadi kendala bagi ketersediaan kedelai lokal. Kebutuhan kedelai di dalam negeri mencapai 2,5 juta ton. Pasokan 2 juta ton kedelai di impor dari Amerika Serikat dan 500 ribu ton dipasok dari kedelai lokal. Sedangkan, kebutuhan kedelai bagi produsen tempe dan tahu yakni sebesar 1,8 juta ton per tahun.
Aip berharap pemerintah dapat menjalankan kembali tata niaga kedelai melalui Bulog, sesuai dengan Perpres Nomor 32/2013. Dengan demikian, petani kedelai dan produsen tempe serta tahu bisa berjalan lebih baik.