Selasa 08 Sep 2015 01:23 WIB

Pemerintah Ditantang Hukum Perusahaan Besar Pembakar Hutan

Rep: sonia fitri/ Red: Esthi Maharani
Kabut asap
Foto: Antara
Kabut asap

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komitmen pemerintah mewujudkan Indonesia Bebas Asap 2015 dinilai telah gagal. Salah satu penyebab utamanya yakni masih lemahnya penegakkan hukum bagi pelaku utama pembakar hutan. LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyebut, dalang utama penyebab kebakaran hutan bukanlah masyarakat adat melainkan perusahaan besar yang bergerak di bidang perkebunan kayu.

"Jika pun ada penegakan hukum, pemerintah tidak berani menyentuh perusahaan-perusahaan besar," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hadi Jatmiko dalam rilis yang diterima pada Senin (7/9).

Ia menyebutkan perusahaan besar tersebut di antaranya Perkebunan kayu miliknya Asia pulp and paper seperti PT. Bumi mekar Hijau, di Ogan komering Ilir yang telah merugikan negara mencapai 7,9 triliun.

Selain itu, disebutkan pula PT. Rimba Hutani Mas di kabupaten Musi banyuasin yang sejak 2014 sampai dengan saat kunjungan Jokowi di Sumsel akhir pekan lalu masih ditemukan titik api di lahannya.

Penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat, lanjut dia, hanya berani kepada masyarakat kecil. Mereka bahkan dijadikan kambing hitam sebagaimana merujuk pada pernyataan-pernyataan pejabat di Sumsel yang menyebutkan kebakaran masih berada di lahan masyarakat. Padahal faktanya ketika Presiden Jokowi blusukan, kebakaran hutan ditemukan di lahan perusahaan perkebunan yang terbakar.

"Berdasarkan hasil monitoring kita, hotspot terbanyak sejak Agustus-September 2015 berada di 18 perusahaan HTI dan 60 perusahaan perkebunan yang tersebar di Sumsel," lanjutnya.

Selain penegakkan hukum yang belum efrktif, upaya teknis pencegahan pun belum dilakukan pemerintah. Upaya tersebut yakni penindakan terhadap penutupan kanal-kanal yang dibuat oleh perusahaan di lahan dan hutan gambut kawasan Sumsel. Akibatnya, lahan gambut menjadi kering dan mudah terbakar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement