REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memastikan selama proses pemeriksaan dua pimpinan DPR RI, Setya Novanto dan Fadli Zon tetap menjalankan tugasnya. Hal itu memupus permintaan pelapor dugaan pelanggaran kode etik dua pimpinan untuk dinonaktifkan selama proses pemeriksaan di MKD.
“Tidak ada aturan non aktif (selama proses pemeriksaan),” kata anggota MKD, Sarifudin Sudding di kompleks parlemen Senayan, Senin (7/9).
Sudding menambahkan, sebelum dapat dibuktikan, maka setiap anggota dewan tetap menjalankan tugasnya. Jika memang dalam proses pembuktian, pihak terlapor terbukti melanggar kode etik kedewanan, maka sanksi baru dapat diberlakukan. Sanksi sendiri terbagi menjadi 3 macam.
Sanksi ringan dengan teguran tertulis, sanksi sedang dengan tidak diizinkan menjabat sebagai Alat Kelengkapan Dewan (AKD), dan sanksi berat dengan rekomendasi untuk diberhentikan sebagai anggota dewan.
Politikus Partai Hanura ini mengatakan, pimpinan DPR RI yang bertemu dengan bakal calon Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik, Donald Trump diduga melanggar kode etik pasal 3 Peraturan DPR RI Nomor 1 tahun 2015 tentang integritas.
Di pasal tersebut, mengharuskan setiap anggota DPR menjaga sikap dan perilakunya untuk menjaga kewibawaan institusi DPR. MKD akan fokus untuk membuktikan apakah pertemuan dengan Donald Trump tersebut merupakan agenda resmi atau tidak.
Ketua MKD, Surahman Hidayat mengatakan setelah semua bahan masuk ke MKD, maka akan ada pembahasan di internal MKD. MKD akan mengumpulkan bahan-bahan dan keterangan saksi. Namun, Surahman enggan membeberkan jenis pelanggaran yang diduga dilakukan oleh dua pimpinan DPR RI ini. Menurutnya tidak etis jika membicarakan pelanggaran yang masih dalam dugaan.
“Jadi menduga bahwa ada etika yang dilanggar, jadi sifatnya dugaan, akan diklarifikasi,” tegas dia.