REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan insinyur yang tergabung dalam Persatuan Insinyur Indonesia (PII) berharap mendapatkan peran berarti dalam proyek-proyek pembangunan berskala besar yang telah dicanangkan pemerintah. Mereka menyatakan siap, dan tak ingin kesempatan besar tersebut hilang direbut tenaga ahli teknik asing.
Pemerintah diimbau bersikap lebih tegas dan membuat instrumen peraturan yang efektif untuk menyaring tenaga kerja asing yang dipastikan akan berbondong-bondong masuk ke Indonesia. “Indonesia punya sedikitnya 750 ribu insinyur dari berbagai bidang kejuruan,” kata Ketua Umum PII Bobby Gafur Umar dalam siaran pers, Senin (7/9).
Bobby menambahkan, insinyur-insinyur Indonesia juga dikenal punya kapabilitas yang mumpuni. Bahkan banyak insinyur Indonesia yang direkrut perusahaan-perusahaan asing di luar negeri. “Intinya, insinyur Indonesia siap berperan,” tegas Bobby.
Bobby mengatakan, pembangunan proyek-proyek besar yang segera akan dibangun di Indonesia membutuhkan banyak sekali tenaga kerja, termasuk sarjana teknik atau insinyur. Mega proyek kelistrikan 35.000 MW saja, diperkirakan akan memerlukan sedikitnya 50 ribu insinyur.
Ia masih optimistis, insinyur-insinyur lokal dapat memenuhi kebutuhan tersebut. “Itu baru satu proyek besar. Masih banyak proyek besar dan skala kecil lain yang juga akan dikerjakan,” ujarnya.
Nilai proyek infrastrukur yang sudah dicanangkan pemerintah telah dihitung mencapai sekitar Rp 5.500 triliun. “Jumlah yang sangat besar yang harusnya dapat menyediakan kesempatan kerja yang juga sangat besar di dalam negeri,” kata Bobby.
Menurut dia, proyek-proyek besar tersebut hampir pasti akan menyertakan juga banyak tenaga ahli teknik yang “diboyong” oleh investor asing yang ikut mendanai proyek-proyek tersebut. Bobby dapat memahami, langkah dan kebijakan pemerintah yang terus memperbaiki iklim investasi di Indonesia demi memacu pertumbuhan ekonomi sering membawa efek yang menyakitkan.
“Misalnya ya itu tadi, modal yang dibawa investor asing harus mengorbankan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), termasuk tenaga kerja lokal,” tuturnya.
Artinya, mereka membawa masuk modal, sekaligus mensyaratkan pemakaian tenaga kerja dari negerinya. “Kita dapat memahami hal demikian, meskipun sebenarnya kita harus juga punya posisi tawar yang kuat untuk membatasinya,” ujarnya.
Menurut Bobby, mega proyek ini harusnya memunculkan ‘mega peluang’ juga bagi Indonesia. “Bukan justru menjadikan Indonesia harus ‘miris’ karena banyak kesempatan kerja di sini diisi oleh tenaga asing,” paparnya.
Bobby mengemukakan, penggunaan tenaga ahli asing boleh-boleh saja sepanjang ada alih teknologi dan alih kompetensi kepada tenaga lokal. Artinya, keberadaan sang tenaga asing tersebut memang diperlukan karena kita masih perlu belajar.
“Namun ketika kompetensi tenaga lokal kita sudah terbentuk, tidak perlu lagi kehadiran tenaga ahli impor tersebut,” tandas Bobby.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan, sampai Juni 2015 lalu realisasi Penaman Modal Asing (PMA) mencapai 4.460 proyek senilai Rp 92,2 triliun (sekitar 7,4 miliar dolar AS). Ada sekitar 100 proyek PMA terdiri atas: 64 proyek di sektor industri, 14 di sektor kelistrikan, dan sisanya di sektor tambang, perkebunan, pariwisata, transportasi dan peternakan. Total nilai realisasi investasi 100 PMA itu mencapai Rp 80 triliun.