REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan keberadaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) juga tidak memberikan dampak apa-apa bagi negeri. Oleh karena itu, tidak pantas mengagungkan IPDN sebagai sumber penyokong aparatur pemerintahan di Indonesia.
"Apakah anak-anak IPDN pasti lebih baik dari anak non-IPDN? Nggak juga. Misalnya kalau mengagungkan IPDN saya mau tanya republik kita ini maju nggak hari ini dengan dolar begitu?" kata Basuki seusai menghadiri pembukaan Musyawarah Daerah Dharma Wanita di Dinas Pelayanan Pajak, Jakarta Pusat, Selasa (8/9).
Menurut Ahok, sapaan akrab Basuki, keistimewaan IPDN sudah tidak ada karena aturan dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). UU ASN membuktikan tidak lagi membutuhkan IPDN sebagai penyokong pegawai pemerintahan. Pendidikan swasta pun berhak menjadi aparatur pemerintahan.
"Undang-Undang ASN sudah berbicara swasta pun boleh masuk. IPDN ada ketika belum ada Undang-Undang ASN. Jadi semangat Undang-Undang ASN itu, sudah tidak membutuhkan IPDN," ujarnya.
Dengan adanya UU tersebut, sebetulnya IPDN sudah tidak lagi diperlukan. Ia menyebut alumni IPDN juga tidak memberikan dampak positif. Saat ini posisi camat dan lurah di DKI disebutnya lebih baik dengan menerapkan sistem lelang. Bukan lagi menarik alumni IPDN. Pelayanan pemerintahan di Jakarta yang semakin membaik bukan karena dipegang oleh IPDN termasuk pelayanan kesehatan.
"Kita lihat, pelayanan di rumah sakit dan puskesmas relatif jadi lebih baik. Kenapa puskesmas relatif lebih baik? Karena puskesmas itu, pakai BLUD (badan layanan umum daerah) dia boleh menarik dokter-dokter non-PNS. Makanya jadi mudah," katanya.
Ia menyebut IPDN lebih terkenal dengan sistem pendidikannya yang keras. Banyak laporan yang menyebutkan kekerasan hingga berujung kematian di kampus negara tersebut. Atas dasar itulah, mantan bupati Belitung Timur ini pernah mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk membubarkan IPDN.