REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo meminta mega proyek listrik 35 ribu mega watt (MW) dipercepat. Presiden juga memastikan tidak akan ada revisi dalam proyek tersebut.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir mengatakan, presiden menyampaikan akan menjalankan komitmen kepada masyarakat untuk menambah kapasitas listrik sampai dengan 35 ribu MW selama lima tahun. ''Beliau monitor setiap bulan soal perkembangan,'' kata dia seusai menemui Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (9/9).
Menurut Sofyan, presiden meminta proyek 35 ribu MW dipercepat. Dia menilai, tidak ada yang mengubah target pembangunan pembangkit listrik.
Sofyan beralasan, pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli ketika diberitakan media tidak sesuai dengan realitasnya. ''Terakhir beliau tutup jangan diskusi lagi soal angka,'' ujar dia.
Menurut Sofyan, pernyataan Rizal proyek 35 ribu MW akan rugikan negara tidak sepenuhnya benar. Pasalnya, proyek tersebut juga bisa menguntungkan negara.
Dia melukiskan, apabila industri maju pesat dan masif serta biaya industri diturunkan, investor akan berlomba-lomba meluaskan pabrik. Dengan begitu, lapangan kerja akan bertambah. Sofyan memastikan, seluruh proyek pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW akan dibeli PLN.
Sebelumnya, Rizal Ramli memutuskan memangkas target program pembangkit listrik 35 ribu MW. Menurut dia, pembangunan proyek listrik lebih realistis dilaksanakan jika target dipangkas menjadi 16 ribu MW untuk lima tahun ke depan.
"Seperti diketahui ada target untuk membangun pembangkit listrik sebesar 35 ribu MW. Setelah kami bahas, 35 ribu MW tidak mungkin dicapai dalam waktu lima tahun, mungkin sepuluh tahun bisa," kata Rizal.
Menurut dia, jika target pembangunan listrik tetap dipaksakan hingga 35 ribu MW, maka akan justru merugikan keuangan PLN. Jika tetap dipaksakan rampung dalam lima tahun, maka PLN akan mengalami kelebihan pasokan listrik yang tidak terpakai sebanyak 21.331 MW pada saat beban puncak sebesar 74 ribu MW pada 2019.