REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Dunia kehabisan salah satu penawar racun ular yang paling efektif. Para ahli memperingatkan hal ini bisa mengancam puluhan ribu nyawa.
Seperti dilansir BBC News, Rabu (8/9), Medicins Sans Frontieres (MSF) atau Dokter Lintas Batas mengatakan persediaan obat Fav-Afrique yang mampu menetralkan 10 gigitan ular di Sub-Sahara Afrika kini sangat dibutuhkan. Persediaan terakhir akan kedaluwarsa pada Juni 2016 dan tak ada pengganti yang sebanding.
Fav-Afrique merupakan satu-satunya obat anti-racun yang telah terbukti aman dan efektif untuk mengobati berbagai jenis gigitan bisa ular di Sub-Sahara.
Produsen Sanofi Pasteur mengatakan telah berhenti memproduksi serum tersebut tahun lalu. Mereka beralih ke pembuatan obat untuk rabies.
Sanofi diyakini telah bernegosiasi dengan perusahaan lain untuk memproduksi Fav-Afrique. Namun, pembicaraan tersebut tampaknya belum akan selesai sebelum akhir 2016.
"Itu berarti, produk pengganti tak bisa diharapkan ada di pasaran selama dua tahun," kata MSF.
Tak adanya anti-racun yang luas aman dan efektif sampai saat itu akan berimbas pada jumlah kematian yang tak terhitung.
Polly Markandya dari MSF mengatakan banyak orang yang digigit oleh ular yang tidak tahu pasti apa jenisnya. Ia menambahkan, sedikit dari korban yang mendapat anti-racun.
"Kami khawatir tanpa anti-racun yang tersedia, orang akan mati sia-sia," katanya.
Juru bicara Sanofi Pasteur Alain Bernal mengatakan perusahaan itu telah menawarkan untuk mentransfer teknologi anti-racun kepada perusahaan lain. Namun menurutnya belum ada yang terwujud.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan gigitan ular merupakan masalah yang diabaikan dan perlu perhatian dan investasi. Setiap tahun diperkirakan lima juta orang di seluruh dunia terkena gigitan ular. Sekitar 100 ribu diantaranya tewas dan 400 ribu lainnya cacat atau cacat permanen.
Di Sub-Sahara saja, 30 ribu orang tewas akibat gigitan ular dan diperkirakan 8.000 orang menjalani amputasi.