REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Debit dua mata air di lereng Gunung Merapi, Umbul Lanang dan Umbul Wadon di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada musim kemarau ini justru meningkat tiga kali lipat dibandingkan pada musim hujan.
"Ketika sumber air lain di lereng Merapi debitnya berkurang saat kemarau, di Umbul Lanang dan Umbul Wadon malah meningkat tiga kali lipat," kata Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), Dhany Suryawan, Rabu (9/9).
Menurut dia, peningkatan debit air itu dari asal airnya akibat dari dapur magma Merapi yang panas bersinggungan dengan udara di sekitarnya di dalam tanah. "Gas yang dihasilkan tersebut menjadi air. Kejadiannya di dalam tanah," katanya.
Menurut dia, karena tekanan udara di atas tanah rendah maka air akan dengan mudah keluar ke permukaan. Berkebalikan ketika musim penghujan, yang tinggi tekanannya.
"Pada musim hujan, tekanan udara tinggi. Jadi air lebih sulit keluar ke permukaan. Kesimpulannya, Umbul Lanang dan Umbul Wadon, mata airnya berbeda dibandingkan sumber air dari lereng Merapi," katanya.
Ia mengatakan, meski ada dampak El Nino yang diprediksi kemarau lebih panjang dari biasanya, warga lereng Merapi tidak perlu khawatir. Terutama mereka yang memenuhi kebutuhan airnya dari dua sumber ini. "Saat ini air melimpah, tidak perlu khawatir," katanya.
Dhany mengatakan, mereka yang menggunakan air dari dua sumber ini di antaranya warga yang direlokasi pascabencana erupsi Gunung Merapi, yaitu di hunian tetap (huntap) Cangkringan. "Selain itu juga diambil perusahaan air minum di Sleman dan Kota Yogyakarta," katanya.
Kepala Desa Kepuharjo, Cangkringan, Heri Suprapto mengatakan saat ini memang air di wilayahnya cukup melimpah.
"Air melimpah di sini, tidak ada masalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sangat cukup. Tidak terasa kalau kemarau, di sini airnya melimpah," katanya.