REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara menerapkan pengetatan larangan penjualan rokok menggunakan jasa "sales promotion girls" berkeliaran di kantor-kantor pemerintah menyusul diberlakukannya Perda Kawasan Tanpa Rokok.
"Sekarang SPG tidak bisa lagi menawarkan rokok di perkantoran," kata Kasat Pol PP Pemerintah Provinsi NTB Ibnu Salim di Mataram, Kamis (11/9).
Menurut dia, larangan promosi atau pun menjual rokok menggunakan jasa SPG itu, dikhususkan di tempat-tempat yang memang sudah dilarang dalam Peraturan daerah (Perda) Kawasan Tanpa rokok (KTR), seperti di kantor pemerintah, tempat pendidikan (sekolah), tempat ibadah dan fasilitas umum lainnya seperti bandara, dan pusat perbelanjaan modern.
"Jadi semenjak Perda KTR ditetapkan pada 21 Mei 2015, tidak boleh ada lagi orang merokok maupun menjual rokok di kantor pemerintah, tempat pendidikan, tempat ibadah dan fasilitas umum lainnya," ujarnya.
Selain itu, kata Ibnu Salim, larangan tidak boleh melakukan aktivitas merokok dan berjualan, sebagaimana diatur dalam Perda KTR tersebut, juga melarang adanya iklan rokok di fasilitas umum, seperti pusat kesehatan (rumah sakit, puskesmas, klinik), dan tempat pendidikan (sekolah), serta tempat bermain anak-anak.
"Kalau masih kita temukan masih berjualan, langsung akan diberikan tindakan, mulai peringatan berupa teguran. Kalau pun masih tetap melakukan itu akan langsung diberikan sanksi," tegasnya.
Dia menuturkan, dalam sanksi itu, bagi siapa saja yang tidak mengindahkan larangan dengan tetap melakukan aktivitas rokok, nantinya akan dikenakan sanksi, baik perokok maupun penjual. Untuk yang merokok di lokasi yang telah dilarang akan dikenakan 3 hari hukuman kurungan penjara dengan denda Rp 50 juta.
Selanjutnya, setiap orang yang mempromosikan rokok, seperti SPG di tempat yang sudah dilarang akan dikenakan 6 hari kurungan denda Rp 500 ribu.
Kemudian menjual dan membeli rokok di lokasi KTR akan dikenakan sanksi 6 hari kurungan dan denda Rp 500 ribu. Termasuk, setiap orang yang menjual rokok di tempat umum dipidanakan 14 hari dan denda Rp 1 juta. "Nanti sanksi ini akan diserahkan kepada pihak kepolisian yang memang memiliki kewenangan untuk itu," imbuhnya.
Kendati demikian, mantan Kabag Humas dan Protokol Setda NTB ini, mengatakan pemberlakukan sanksi larangan merokok di tempat umum, pendidikan, pusat perkantoran pemerintah, baru bisa efektif dan bisa berjalan maksimal, jika seluruh instansi pemerintah sudah memiliki fasilitas khusus bagi para perokok. Namun, hingga kini tidak semua sudah memiliki fasilitas tersebut.
"Pembangunan fasilitas perokok itu, dimulai di tempat-tempat umum, perkantoran dan bandara. Kalaupun untuk anggaran pembangunannya diambil dari dana APBD dan fasilitas ini harus ada di masing-masing SKPD," katanya.