Jumat 11 Sep 2015 13:56 WIB

Ahok: Penggusuran Bidara Cina Berbeda dengan Kampung Pulo

Rep: c26/ Red: Bilal Ramadhan
Pekerja menyiapkan tiang pancang yang digunakan untuk pemasangan turap bantaran Sungai Ciliwung di Kampung Pulo, Jakarta, Ahad (6/9).   (Republika/Yasin Habibi)
Pekerja menyiapkan tiang pancang yang digunakan untuk pemasangan turap bantaran Sungai Ciliwung di Kampung Pulo, Jakarta, Ahad (6/9). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyebut kasus penggusuran warga Bidara Cina dan Kampung Pulo berbeda. Perbedaan ini dilihat dari persoalan kepemilikan tanah.

Basuki menjelaskan tanah Kampung Pulo jelas merupakan milik negara. Tanpa ada status sertifikat kepemilikan manapun. Sedangkan untuk Bidara Cina memiliki tiga sertifikat sehingga warga yang tinggal di sana menduduki tanah orang lain.

"Itu semua punya sertifikat, kasus bidara cina beda dengan kampung pulo. Jadi mereka sudah duduk di atas tanah sertifikat orang lain. Yang jiwa serata, hengki, dan Pemda (Pemerintah Daerah). Pemda sertifikat loh bukan tanah negara," jelasnya di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (11/9).

Oleh karenanya, Pemprov membayar ganti rugi kepada pemilik sertifikat. Bukan kepada warga yang menduduki tanah bertahun-tahun. Melihat kondisi tersebut, Ahok, sapaan akrab Basuki, justru menyarankan kepada pemilik sertifikat tanah untuk memberikan ganti rugi bagi yang memiliki bangunan di atas tanahnya. Mereka dapat diberikan seikhlasnya tergantung kesediaan pemilik tanah.