REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Juda Agung mengatakan, mata uang Cina, yuan, tak akan terus diperlemah. Menurutnya, devaluasi kurs yuan yang dilakukan Cina sebelumnya merupakan cara untuk mengikuti pasar.
"Devaluasi Cina kemarin sebetulnya one off, tapi yang terjadi ekspektasi pasar, reaksi pasar berlebihan karena menganggap Yuan akan depresiasi terus," jelas Juda di Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta, Jumat, (11/9). Ia menambahkan, hal itu tak disukai oleh PBOC, sehingga Cina melakukan intervensi valuta asing (valas) cukup besar.
Juda mengungkapkan, diperkirakan intervensi Cina pada Agustus mencapai lebih dari 90 miliar dolar AS. "Mereka nggak suka depresiasinya terlalu dalam," tambahnya.
Langkah selanjutnya, Cina mengeluarkan ketentuan bagi bank yang mau melakukan hedging, forward jualnya harus menyediakan 20 persen dananya untuk ditaruh di bank sentral. Kemudian selama setahun tak diberi bunga.
Menurut Juda, Cina sungguh khawatir terhadap depresiasi ini. "Upaya Cina menahan depresiasi diharapkan akan membuat yuan tidak terus terdepresiasi. Ini positif dampaknya ke negara emerging, termasuk Indonesia," tuturnya.
Ia menyatakan, semua usaha Cina tersebut bersifat positif. Maka Indonesia tak perlu cemas, namun harus tetap waspada.