Jumat 11 Sep 2015 21:27 WIB
Konferensi Nasional HTN

'Menata Proses Seleksi Pimpinan Lembaga Negara'

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Djibril Muhammad
Saldi Isra
Saldi Isra

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Konferensi Nasional Hukum Tata Negara ke-2 kembali digelar Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) di Kota Padang, Sumatra Barat pada Jumat hingga Sabtu, 11-12 September 2015.

Konfernsi ini akan menghadirkan sejumlah ahli Hukum Tata Negara, seperti Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI), Jimly Asshiddiqie, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yassona Hamongan Laoly, Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Suwardi, Hakim Konstitusi RI I Dewa Gede Palguna, Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki, Direktur Pusat Studi Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar Mahud MD, Anggota DPR RI Akbar Faisal, Todung Mulya Lubis, serta Guru Besar Hukum Tata Negara UGM Denny Indrayanna.

"Konferensi kedua ini, bertemakan Menata Proses Seleksi Pimpinan Lembaga Negara," kata Direktur PUSaKO, Saldi Isra dalam pembukaan Konferensi Nasional Hukum Tata Negara ke-2 di Hotel Bumiminang Kota Padang, Kamis (10/9) malam.

Ia menjelaskan, di Indonesia terdapat banyak seleksi dan model untuk pimpinan lembaga negara. Tidak jarang, proses pengisian pimpinan di sejumlah lembaga negara justru bermasalah.

Menurut dia, selama ini pelaku perubahan UUD 1945 dari 1999 hingga 2002, tidak membaca secara mendalam potensi masalah yang akan timbul di kemudian hari. Bahkan, mereka memilih menyerahkan proses kepada pembentuk undang-undang (UU) yang bergantung kepada situasi politik terkini. Sehingga, Saldi mengatakan, hal inilah yang perlu dikaji secara khusus untuk desain proses seleksi yang seharusnya.

"Ekstremnya, pengisian jabatan lembaga negara di bawah domain eksekutif juga membutukan persetujuan DPR RI, seperti Kapolri dan Panglima TNI. Bahkan, berdasarkan Pasal 11 Ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, pengangkatan dan pemberhentian Kapolri harus melalui persetejuan DPR RI," tuturnya.

Selain itu, Saldi mengatakan, dalam memilih Hakim Konstitusi, dilakukan oleh presiden, Mahkamah Agung dan DPR RI. Namun, masing-masing mempunyai proses yang berbeda. Kendati yang akan dipilih akan menempati tempat yang sama. Selama ini, menurut Saldi DPR RI masih dominan dalam sebuah proses seleksi. Padahal, saat ini sudah ada DPD RI.

"Dan lembaga apa yang harus dapat persetujuan DPR RI atau DPD RI, itu salah satu yang akan kita bahas," ujarnya.

Saldi mengatakan, konferensi ini merupakan langkah awal untuk mendesain pengisian para pejabat negara. Setelah ini, akan ada kajian mendalam, sehingga keluar produk yang akan disampaikan ke lembaga terkait. Untuk jangka menengahnya, ia menuturkan, hasil konferensi ini bisa menjadi modal untuk persiapan RUU seleksi pejabat negara.

"Kita mau memberikan koridor, bagaimana sebetulnya proses seleksi yang ideal terhadap seleksi pejabat lembaga negara," jelasnya.

Dikatakannya, ada 200 makalah yang diterima panitia untuk mengikuti Konferensi Nasional Hukum Tata Negara ke-2 ini. Namun, hanya sekira 70 yang diterima, yang berasal dari 50 perguruan tinggi dan 20 orang dari lembaga yang konsen dengan isu ketatanegaraan.

Konferensi ini akan membahas, pertama soal hakim agung dan hakim konstitusi. Kedua, tentang lembaga di luar kekuasaan kehakiman yang ada di konsitusi. Ketiga, membahas soal lembaga independen, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sementara itu, Ketua DPD RI Irman Gusman mengatakan, sistem hukum dan rekrutmen lembaga negara perlu ditata kembali, supaya tidak menjadi sumber kegaduhan. Ia mencontohkan, rekrutmen hakim konstitusi, ada proses seleksi dan juga ada penunjukan langsung. Sehingga, menurutnya, perlu ada reformasi kelembagaan, tidak saja reformasi birokrasi.

"Ini sesuai dengan aspirasi Presiden Jokowi (Joko Widodo) saat bertemu dengan pimpinan lembaga negara. Yaitu adanya harmonisasi dan singkorinisasi antar lembaga negara yang saat ini masih kurang," tutur Irman menambahkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement