REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menegaskan bahwa ancaman kawin paksa buat para remaja yang berbuat asusila bukanlah sekadar gertak sambal.
Kebijakan tersebut, kata dia, bakal diterapkan di semua desa dan kelurahan secara serempak mulai September 2015.
Menurut dia, tujuannya agar tidak terjadi kasus-kasus asusila yang merusak akhlak para remaja sekaligus menjaga kehormatan para orang tua pihak perempuan.
Selain itu, kebijakan tersebut juga sebagai respons dari kekhawatiran para orang tua, karena cukup banyak kasus remaja yang hamil di luar nikah.
"Kami ingin mewujudkan Purwakarta yang lebih berbudaya," kata dia melalui siaran persnya pada Republika.co.id, Jumat (11/9).
Sementara itu, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang bergerak dalam pelayanan dan advokasi isu kesehatan seksual dan reproduksi sejak tahun 1957 sangat peka terhadap kebutuhan remaja menyatakan menolak wacana hukuman kawin paksa tersebut.
Mereka menilai, perkawinan adalah bukan suatu hal sederhana, sehingga harus dipersiapkan secara matang dengan penuh perencanaan. Pilihan keputusan untuk menikah harus didasarkan atas pilihan yang sadar bukan atas dasar keterpaksaan apalagi sebagai bentuk hukuman.
Pemberian sanksi semacam itu tidak akan menyelesaikan masalah, tetapi justru akan menimbulkan persoalan baru.
Ketidaksiapan remaja secara ekonomi, mental dan sosial serta kematangan organ reproduksi, khususnya organ perempuan, akan menghadirkan segudang persoalan.
Berbagai persoalan tersebut di antaranya putus sekolah atau ketidaktuntasan belajar, perceraian muda, bahkan dimungkinkan memberikan kontribusi besar bagi tingginya angka kematian ibu karena hamil terlalu muda.