REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Ketua Komisi Pertahanan DPR, Mahfudz Siddiq menilai tiga syarat yang diajukan oleh pihak Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) kepada muslim di Tolikara sangat mencederai semangat revolusi mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo dalam bidang penegakan hukum.
"Negara sedang gencar-gencarnya menjalankan revolusi mental di bidang penegakan hukum. Maka jangan sampai proses yang sedang berlangsung ini tercederai hanya dengan adanya tekanan ataupun paksaan dari pihak-pihak tertentu, terlebih yang sedang menjalankan proses hukum," jelas Mahfudz dalam rilisnya diterima Republika.co.id, Jumat (11/9).
GIDI mengajukan tiga syarat kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) agar muslim Tolikara, Papua, dapat menjalankan ibadah shalat Idul Adha dengan tenang. Pertama, nama GIDI dibersihkan dari tuduhan separatis; kedua, dua orang tersangka yang ditangkap Polda Papua segera dibebaskan; dan ketiga, penegak hukum tidak lagi menyelesaikan kasus ini secara hukum positif, tetapi menggunakan hukum adat.
Mahfudz mendesak agar negara tidak boleh tunduk oleh aktor non-state seperti GIDI. "Negara hanya boleh tunduk pada konstitusi dan Undang-undang," tegas politisi PKS dari dapil Jabar VIII ini.
Selain itu, Mahfudz meminta negara memberikan jaminan kepada Muslim Tolikara agar dapat melaksanakan shalat Idul Adha. Negara dan pemerintah daerah harus bisa membangun kebersamaan antar masyarakat Papua. "Juga harus dapat mengontrol pihak-pihak asing yang ada di Tolikara."
Mahfudz berharap kejadian intoleransi yang dilakukan GIDI pada Idul Fitri lalu tidak terulang dan menjalar ke daerah lainnya sehingga menyebabkan konflik horizontal yang mengancam keutuhan NKRI. Mahfudz ingin rakyat Indonesia dapat hidup rukun dan damai dengan kebersamaan dalam keberagaman.
"Dan masing-masing dapat menjalankan ibadahnya dengan tenang sesuai dengan mandat UU yang dijamin oleh Negara," pungkas Mahfudz.