REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Jurnal internasional dari Indonesia sering ditolak, salah satu alasannya karena gagal dalam test screening Bahasa Inggris yang kurang baik. Director of Indonesian Development di University of Technology Sydney (UTS), Mariam Kartikatresni mengatakan kemampuan menggunakan Bahasa Inggris menjadi kebutuhan, selain penelitian itu sendiri.
"Di Indonesia, belum ada program yang secara khusus dirancang untuk membantu peneliti atau dosen dalam meningkatkan kemampuan menggunakan Bahasa Inggris mereka secara tepat," kata Mariam di Denpasar, Senin (14/9).
Indonesia dan Australia melalui ELTI Gramedia -lembaga kursus Bahasa Inggris milik Kompas Gramedia- dan UTS: INSEARCH dari Sydney bekerja sama dalam program Academic English for Research.
Program ini pertama kalinya diadakan di Indonesia. Tujuannya, kata Mariam, melengkapi kemampuan bahasa Inggris peneliti dan dosen di Indonesia dalam menembus publikasi karya ilmiah internasional.
Program Academic English for Research dirancang khusus untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris mahasiswa pascasarjana (Master/S-2 maupun Doktoral/S-3) dan dosen yang akan atau sedang melakukan riset. Mereka didorong mampu mengomunikasikan hasil riset mereka secara profesional, lisan, dan tulisan, serta mengasah kemampuan bahasa Inggris agar mampu memublikasikan hasil riset di jurnal ilmiah berkelas internasional.
Karya ilmiah atau jurnal internasional adalah jurnal yang naskah-naskahnya bersifat internasional. Ketua Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, Stefanus Muryanto mengatakan, pada umumnya menulis di jurnal internasional dirasa sulit.
"Kesulitan itu kian bertambah jika bahasa yang digunakan oleh jurnal bersangkutan bukan bahasa ibu atau bahasa yang dipakai sehari-hari oleh penulis," kata Stefanus dalam salah satu penelitianya.