REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan mengatakan penyanderaan dua orang WNI di Papua Nugini (PNG) tidak terkait politik. "Sebenarnya peristiwa ini cenderung mengarah ke tindakan kriminal. Tidak ada kaitan dengan masalah-masalah politik," ujar Luhut di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (14/9).
Luhut melanjutkan, saat ini pihak pemerintah Papua Nugini bersama perwakilan pemerintah Indonesia, dalam hal ini Atase Pertahanan yang datang dari KBRI di Port Moresby, masih terus melakukan perundingan dengan para penyandera.
Selain itu, pihak Kepolisian Daerah (Polda) Papua dan Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih juga berkoordinasi dengan pihak polisi dan tentara Papua Nugini. "Sampai hari ini tidak ada pembicaraan tentang tebusan, barter tahanan ataupun operasi pembebasan sandera. Pemerintah Indonesia dan Papua Nugini sedang mengambil langkah negosiasi dan kita tunggu perkembangannya seperti apa," kata Luhut.
Sebelumnya, pada Sabtu (12/9), Konsulat Republik Indonesia di Vanimo ibukota Provinsi Sandaun, Papua Nugini, menyatakan bahwa dua warga negara Indonesia (WNI) yaitu Sudirman (28) dan Badar (30) ditahan orang tak dikenal (OTK) di Kampung Skoutio, Provinsi Sandaun, Papua Nugini.
Mereka ditangkap oleh kelompok bersenjata pada Rabu (9/9) saat sedang memotong kayu di Skopro, Distrik Arso Timur, Kabupaten Kerom, Provinsi Papua, daerah perbatasan Indonesia-Papua Nugini yang dapat ditempuh selama tiga jam berjalan kaki dari Kampung Skoutio.
Keterangan ini sudah dipastikan Tentara Nasional Papua Nugini (Papua New Guinea Defence Force).
Menurut Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen Hinsa Siburian, penculikan dilakukan oleh kelompok bersenjata yang dipimpin 'JP'. Selain menyandera, kelompok itu juga menembak Kuba, rekan Sudirman dan Badar.