REPUBLIKA.CO.ID, SERANG – Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana merelaksasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen Dagri) No. 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol (Minol) Golongan A menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat.
Dengan merealisasikan peraturan tersebut, Kemendag sedang berencana memberikan keleluasaan kepada kepala daerah untuk menentukan lokasi mana saja yang diperbolehkan menjual miras jenis bir di daerahnya masing-masing.
Menanggapi hal ini, Gubernur Banten Rano Karno mengaku belum bisa menentukan, lantaran belum ada peraturan pasti dari pemerintah pusat terkait rencana tersebut. Jika pun memang nantinya peraturan tersebut direalisasikan, Rano akan mengikuti arahan dari pusat terlebih dahulu.
Namun, Rano hanya menilai jika memang setiap pemerintah daerah punya kebijakan masing-masing terkait minimal beralkohol ini. Rano mencontohkan Bali. Menurutnya, pada saat pelarangan memang bali yang sangat dirugikan, karena Bali merupakan kawasan wisata yang banayk didatangi turis asing yang notabene sudah akrab dengan bir.
Sedangkan di Banten, tentu tidak terlalu akan membebaskan minol, namun tentu ada tempat-tempat tertentu yang memperbolehkan. “Kalau Banten berbeda dengan Bali. Banten mungkin ada beberapa tempat yang dilonggarkan, dan itu seharusnya sudah ada tempat-tempatnya,” ungkapnya, Selasa (15/9).
Artinya pemerintah pusat harus mengakomodasi budaya lokal yang memperbolehkan mengkonsumsi bir. “Tapi memang harus dibatasi, mungkin minum kalau di hotel memang menjadi tempatnya,” jelas Rano.
Pembatasan tempat memang harus dilakukan, karena menurut Rano di Indonesia sangat banyak anak yang belum cukup umur dengan mudah mendapatkan minol. “Kalau pembatasan pasti, saya setuju anak-anak tidak boleh beli minuman, karena kalau di luar negeri pun anak-anak susah beli minuman, sedangkan di sini sedikit lebih mudah,” ugkapnya.