REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aturan soal peredaran minuman beralkohol (minol) hendaknya tetap berada di tingkat pemerintah pusat. Hal ini mengingat banyak dampak negatif yang terkandung pada minol, baik itu dari sisi kesehatan maupun keamanan masyarakat.
"Semestinya untuk kebijakan strategis ada pada level nasional," ujar Direktur Eksekutif ECONIT Advisory Group Hendri Saparini lewat pesan singkatnya kepada Republika.co.id, Selasa (15/9).
Kewenangan peredaran minuman alkohol sebaiknya tidak diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota. Dikhawatirkan hal ini justru dapat membuat peredaran minol menjadi di luar kontrol. "Untuk ritel modern yang diserahkan ke daerah membuat banyak daerah menjadi sangat longgar dalam memberikan aturan sehingga ritel modern asing tumbuh sangat subur," ucapnya.
Kementerian Perdagangan akan merelaksasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A. Dalam peraturan tersebut mengatur tentang tata cara penjualan minuman beralkohol golongan A, khususnya untuk daerah wisata. Dengan adanya peraturan ini, maka yang akan mempunyai wewenang untuk menetapkan kawasan mana saja yang boleh menjual bir dan minuman sejenisnya adalah pemerintah daerah.
Peredaran minol diperketat sewaktu Rachmat Gobel masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Pembatasan peredaran minol berlaku untuk tempat-tempat umum yang mudah dijangkau anak-anak dan remaja. Kebijakan tersebut digadang-gadang bertujuan untuk melindungi generasi muda dari pengaruh buruk minol.