Rabu 16 Sep 2015 19:40 WIB

Angka Kemiskinan Bertambah, Pemerintah Bantah Gagal

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Teguh Firmansyah
Pemulung cilik berjalan saat mencari sisa sampah di daerah Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (16/5). Bank Dunia melaporkan sekitar 870 juta orang hidup sangat miskin di negara dunia dan jaminan sosial adalah salah satu upaya efektif mengakhiri kemiskinan p
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Pemulung cilik berjalan saat mencari sisa sampah di daerah Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (16/5). Bank Dunia melaporkan sekitar 870 juta orang hidup sangat miskin di negara dunia dan jaminan sosial adalah salah satu upaya efektif mengakhiri kemiskinan p

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan UKM Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Rahma Irianti menyebut meningkatnya angka kemiskinan bukan karena kegagalan program-program pemerintah. Angka kemiskinan naik lantaran program pemerintah belum bisa dirasakan masyarakat saat survei dilakukan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin bertambah 860 ribu jiwa selama enam bulan dalam periode September 2014-Maret 2015. "Saat masyarakat disurvei, memang belum banyak program pemerintah yang bisa dikucurkan ke masyarakat untuk mengatasi masalah kemiskinan," kata Rahma kepada Republika, Rabu (16/9).

Rahma mengatakan program kemiskinan belum bisa dikucurkan dalam periode survei karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 masih proses. APBNP 2015 baru disahkan Februari dan efektif dicairkan pada pertengahan tahun.

Dijelaskan Rahma, belum dikucurkannya program pemerintah seperti bantuan tunai membuat daya beli masyarakat berkurang. Apalagi pada 1 November 2014 pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

"Akibat harga BBM naik pada November lalu, inflasi harga pangan kan cukup tinggi. Tapi di saat yang sama, bantuan dari pemerintah belum bisa dicairkan. Jadi, tidak mustahil kalau angka kemiskinan naik," ujarnya.

Pemerintah, kata Rahma, sudah menyusun program baru selain pemberian bantuan tunai untuk mengatasi daya beli. Yakni dengan memberikan raskin ke-13 dan ke-14 pada tahun ini. Dia meyakini, penambahan kuota raskin efektif membantu beban masyarakat mengingat 30 persen konsumsi masyarakat digunakan untuk beras. "Kalau raskin tepat sasaran, pasti akan membantu," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement