REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kinerja keuangan pasar semen domestik semester pertama tahun ini menurun lima persen menjadi 28,7juta ton. Penurunan ini adalah imbas dari anjloknya kebutuhan nasional yang mencerminkan lemahnya perekonomian dan daya beli.
CEO PT. Holcim Indonesia (Tbk), Gary Schutz mengatakan, keadaan itu ditambah belum terealisasinya proyek pemerintah, terutama proyek infrastruktur. Kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga semen BUMN sebesar Rp 3.000 per sak pun tidak efektif.
Kebijakan yang tadinya untuk merangsang peningkatan pasar itu justru memberikan dampak penurunan laba perusahaan. Tidak hanya itu, kenaikan tarif dasar listrik dan bahan bakar juga menambah dampak pada biaya produksi dan distribusi.
Namun, proyek pekerjaan umum masih tertunda. Percepatan proses pelelangan proyek dan persetujuan anggaran pemerintah, menunjukkan prospek bisnis ke depan akan membaik pada semester kedua tahun ini. "Hal-hal yang mendasar di Indonesia tidak berubah. Saat perekonomian kembali pulih dengan terealisasinya proyek-proyek infrastruktur yang tertunda dan stimulus lainnya, jelas prospek akan membaik, dan Holcim telah melakukan perampingan untuk mengurangi biaya-biaya operasional," papar Gary dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (16/9).
Dengan keadaan ini juga, Gary menyatakan Holcim Indonesia masih mampu mempertahankan pangsa pasar sebesar 13,9 persen. Meski memang diakuinya total volume penjualan mengalami penurunan sebesar 4,9 persen.
Dampaknya, dibandingkan tahun lalu perusahaan pun mengalami penurunan pendapatan sebesar 1.4 persen. Semester pertama ini keuntungan perusahaan menjadi Rp 4,86triliun
Hasil itu tercapai di tengah persaingan yang semakin meningkat. Jumlah pemain bisnis semen, kata Gary, kini mencapai hampir dua kali lipat dibandingkan dua tahun lalu. Tekanan pasar juga menjadi tantangan di mana pemerintah melakukan intervensi dalam penetapan harga. "Selain penurunan pendapatan, kenaikan biaya masih menjadi tantangan sektor industri ini," tambah gary.