REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menolak permintaan terdakwa Otto Cornelis (OC) Kaligis untuk membuka pemblokiran dua rekening miliknya.
Ketua JPU KPK, Yudi Kristiana mengatakan alasan penolakan karena penanganan perkara OC Kaligis tidak berdiri sendiri, dan berkaitan dengan perkara lain yang penyidikannya belum selesai.
"Rekening terdakwa memiliki keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan perkara lain yang penyidikannya belum selesai tersebut sehingga pemblokiran atas rekening terdakwa sampai saat ini masih diperlukan," katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/9).
Menurutnya transaksi dalam rekening tersebut dapat menjadi bukti permulaan untuk penyidikan kasus yang lain. Ia menjelaskan dalam pengembangan penyidikan ditemukan transaksi mencurigakan yang dapat digunakan sebagai bukti permulaan tentang ada proceed of crime (tindak pidana) tentang transaksi yang mencurigakan sehingga memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan terdakwa.
"Oleh karenanya pemblokiran atas rekening terdakwa masih diperlukan," tegasnya.
Ia melanjutkan, pemblokiran rekening itu juga sejalan dengan kewenangan KPK dalam UU No 30 tahun 2002 tentang KPK. Hal ini, kata Yudi, sejalan dengang kewenangan KPK dalam UU no 30 tahun 2002 tentang pasal 12 ayat 1 huruf b, yang menyatakan dalam melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pasal 6 huruf c, KPK berwenang untuk memerintahkan ke bank atau lembaga keuangan lain untuk memblokir rekening milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain.
Atas jawaban jaksa tersebut, Kaligis mengatakan bahwa rekening itu merupakan rekening untuk pembayaran gaji pengacara yang bekerja di firma hukumnya.
"Yang didakwa saya sendiri, sedangkan rekening itu dari tahun ke tahun itu untuk membayar gaji dan pajak. Lagi pula rekening itu tidak disita, apalagi ini bukan money laundring, pemblokiran ini untuk mematikan kantor saya. Dua bulan kantor saya tidak bayar gaji," kata Kaligis.
Apalagi, menurut Kaligis, rekening itu tidak memblokir aliran dana yang masuk namun hanya dana yang keluar.
"Kalau mau jadi target, saya saja dan lucunya (dana) masuk boleh, tapi keluar tidak boleh. Mohon dipertimbangkan karena pasal 38 KUHAP juga tidak mengatur dengan jelas. Ini Hak Asasi Manusia pengacara-pengacara saya, sudah ada (pengacara yang) bekerja 20 tahun. Mereka nangis saat saya bilang gak bisa bayar gaji. Ini bisa mati orang, mohon dengan sangat rekening saya dibuka karena perlu untuk kantor saya," katanya lagi.
Atas permintaan tersebut, majelis hakim yang dipimpin oleh hakim Sumpeno mengatakan bahwa majelis masih akan membicarakannya. Perbuatan OC Kaligis merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.