Jumat 18 Sep 2015 07:40 WIB

KPU Belum Terima SK Pemberhentian Anggota DPR yang Ikut Pilkada

Rep: C05/ Red: Bayu Hermawan
Evaluasi Pelaksanaan PKPU: Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ida Budhiati (kanan) dan, Arief Budiman dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (26/6). (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Evaluasi Pelaksanaan PKPU: Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ida Budhiati (kanan) dan, Arief Budiman dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (26/6). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ida Budhiati mengatakan sejauh ini belum menerima laporan pengunduran diri para anggota DPR, yang hendak maju menjadi calon kepala daerah.

"Ya belum ada laporan sama sekali. Kita sejauh ini belum menerima satupun surat keputusan (SK) pemberhentian anggota DPR yang ada," ujarnya.

Ida menjelaskan, merujuk pada Peraturan KPU No 12 Tahun 2015, orang yang berstatus sebagai PNS atau pejabat negara lainnya mesti mundur dari jabatannya. Ini jika mereka hendak mencalonkan diri menjadi kepala daerah bupati, wali kota atau gubernur.

"Batas waktunya maksimal 60 hari terhitung dari 24 Agustus kemarin. Mereka mesti menyerahkan SK pemberhentian sebagai anggota DPR," katanya.

Jika hal ini tidak dilakukan, maka otomatis mereka akan dicoret dari pencalonan. Ida pun mencoba meluruskan pandangan yang salah terkait Pergantian Antar Waktu (PAW). Dimana selama ini publik menilai PAW adalah sikap mengundurkan diri yang langsung diinisiasi oleh anggota DPR. Padahal sebenarnya tidak seperti itu.

"Justru PAW itu adalah akibat dari sebuah sebab. Sebabnya terjadi PAW adalah jika anggota DPR mengundurkan diri," jelasnya.

Jadi, kata dia, urutannya adalah mengundurkan diri dahulu barulah terjadi PAW. Sekarang, kata dia, jelas tidak ada PAW bagi anggota DPR yang hendak maju menjadi calon kepala daerah. Sebab yang mengajukan SK Pemberhentian saja belum ada.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement