REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mesir terkenal dengan peradabannya yang gemilang. Seperti piramida, patung sphinx, Istana Luxor, Museum Karnak, Kuil Qarun El-Fayyum, dan Alexandria (Iskandariyah).
Dan, bagi yang pernah ke Mesir, tentu mereka tak akan melewatkan untuk melihat-lihat bukti peradaban masa lalu, peninggalan Firaun atau bahkan melihat mumi Firaun yang diawetkan. Banyak bukti sejarah yang menunjukkan mahakarya itu sebagai peninggalan dari masa Firaun hingga masa kejayaan Islam, seperti Universitas al-Azhar yang menjadi universitas Islam tertua di dunia. Selain al-Azhar, salah satu peninggalan umat Islam di negeri yang terletak di Benua Afrika tersebut adalah Masjid Ibnu Tulun.
Masjid ini merupakan salah satu bukti kejayaan Islam di Mesir pada masa lalu. Bangunannya menjadi salah satu masjid tertua di Kota Kairo setelah Masjid Amr Ibn 'Ash. Karenanya, tak mengherankan jika Masjid Ibnu Tulun dianggap sebagai situs kuno yang harus dilindungi Pemerintah Mesir.
Masjid ini didirikan pada 879 M oleh Gubernur Mesir saat itu, Ahmad Ibnu Tulun. Jika dibandingkan dengan Masjid Amr Ibn 'Ash yang merupakan masjid pertama di Mesir sekaligus di Benua Afrika, Masjid Ibnu Tulun terlihat lebih tua, mungkin karena restorasi yang dilakukan di masjid ini berusaha mempertahankan keaslian dari bangunan awalnya. Jika diperhatikan secara saksama saat mengelilingi masjid ini, maka akan ditemukam bagian dinding yang masih merupakan bagian dari bangunan aslinya.
Bangunan masjid ini sudah mengalami beberapa kali perbaikan. Perbaikan pertama dilakukan tahun 1177, saat itu negeri Mesir berada di bawah kekuasaan Badr al-Jamali, seorang gubernur yang ditunjuk oleh penguasa Daulah Fatimiyah.
Al-Jamali dikenal karena idenya untuk menambahkan kalimat Dan Ali adalah Wali Allah pada tulisan dua kalimat syahadat yang terdapat pada dinding mihrab Masjid Ibnu Tulun. Penambahan kalimat tersebut menjadikan tulisan kalimat dua syahadat yang terpahat pada dinding mihrab masjid ini diyakini sebagai kalimat syahadat versi syiah.
Perbaikan kedua dilakukan pada masa Sultan Malik al-Mansur, penguasa Dinasti Mamluk di Mesir, yakni di tahun 1296. Sultan Malik melakukan beberapa perbaikan dan penambahan bangunan baru. Proses restorasi terakhir terhadap bangunan masjid bersejarah ini dilakukan pada 2004 lalu oleh Dewan Purbakala Mesir.
Bila dilihat secara umum, arsitektur Masjid Ibnu Tulun ini tak jauh berbeda dengan arsitektur Universitas al-Azhar, Kairo. Mungkin memang demikian arsitektur gaya Mesir ini.
Seperti masjid-masjid lain yang dibangun pada masa Dinasti Abbasiyah, di tengah-tengah Masjid Ibnu Tulun terdapat sebuah halaman (courtyard) yang sangat luas. Luasnya melebihi ruangan masjid itu sendiri. Keberadaan halaman yang luas ini membuat suasana di dalam masjid terasa sangat sejuk, karena sirkulasi udara yang baik. Bagian courtyard ini dikelilingi oleh serangkaian serambi dengan atap yang melengkung.
Di bagian tengah halaman terdapat sebuah bangunan dengan kubah besar. Bangunan berkubah tersebut adalah sebuah sumur, yang biasa dipergunakan sebagai tempat untuk mengambil air wudhu.
Bangunan Masjid Ibnu Tulun terdiri atas koridor-koridor panjang yang disangga oleh pilar-pilar artistik dengan ornamen pahatan ayat-ayat Alquran. Pilar-pilar tersebut terbuat dari batu bata yang diplester dengan semen. Koridor-koridor yang terdapat pada masjid ini sebenarnya mengadopsi bentuk bangunan gereja di Kairo pada masa itu. Lampu gantung yang khas juga bisa ditemui di sepanjang langit-langit koridor.
Bagian lain dari bangunan Masjid Ibnu Tulun yang tampak mencolok adalah mihrab masjid. Keseluruhan dinding mihrab masjid ini dihiasi dengan ukiran berbahan plester semen dan kayu serta mozaik kaca pada bagian atas dan panel marmer pada bagian bawah mihrab. Pada bagian atas mihrab terpahat tulisan dua kalimat syahadat. Tulisan tersebut menggunakan gaya tulisan kaligrafi Kufi.