REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly bersikeras memasukkan delik korupsi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP. Menurutnya, hal itu untuk memperbaiki sistem hukum di Indonesia dalam jangka panjang.
"Ini dalam rangka panjang membuat kodifikasi hukum kita," kata Yasonna di kantor Kemenkumham, Jumat (18/9).
Menurut politikus PDIP ini, perbedaan pendapat yang terjadi terkait masuknya delik korupsi di RUU KUHP lantaran hal ini tidak dipahami secara menyeluruh. Yasonna mengklaim, masuknya delik korupsi ke KUHP tidak akan melumpuhkan lembaga KPK.
"Karena di buku ke satu juga diatur bahwa ini delik umum, kalau ada delik umum tetap dihargai delik khusus yang ada karena kewenangan KPK kan nggak dipangkas," ujar dia.
Yasonna mencontohkan, dimasukkannya delik terorisme ke KUHP tidak berarti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akan dibubarkan. Begitu juga delik korupsi maupun pencucian uang. "Lex specialisnya ada di dalam buku satu yang belum dibahas, ada ketentuan itu. Orang lihatnya sepotong sepotong," kata dia.
Dalam RUU KUHP yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada 2015, delik korupsi masuk dalam pasal 687-706. Adapun delik tindak pidana pencucian uang (TPPU) ada di pasal 767. Adanya delik korupsi dalam RUU KUHP ini ditolak KPK.
"Inti masukan KPK, agar delik-delik korupsi tidak dimasukkan dalam rancangan KUHP," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji beberapa waktu lalu.