REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dihadirkan di Pengadilan Tipikor Jakarta untuk menjadi saksi dari terdakwa kasus dugaan suap sengketa pilkada di MK Rusli Sibua, Senin (21/9). Meski hadir, Akil menolak bersaksi untuk Bupati nonaktif Morotai tersebut.
Di hadapan majelis hakim, terpidana seumur hidup kasus suap sengketa pilkada di MK itu hanya meminta agar rekeningnya yang diblokir KPK segera dibuka kembali. Sebab, rekeningnya yang diblokir ada yang tidak terkait dengan perkaranya. Sehingga, menurut dia, rekening tersebut harus kembali dibuka.
"Saya tidak bersedia menjadi saksi untuk terdakwa (Rusli Sibua), saya meminta rekening saya dibuka yang mulia, karena dalam putusan tidak terkait perkara saya," kata Akil di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/9).
Dia mengaku telah mengirim surat ke pimpinan KPK untuk menanyakan langsung masalah pemblokiran sejumlah rekening miliknya. Namun, kata Akil, hingga hari ini pimpinan KPK belum memberi jawaban. Padahal, menurutnya, dalam putusan atas perkaranya, rekening itu dinyatakan tidak disita negara.
"Kan itu diblokir tetapi disita enggak, dirampas untuk negara enggak, kita mau ambil duitnya nggak bisa, masalah hak saja kok. Yang lain sudah dieksekusi, saya tanda tangan, saya setuju. Tapi giliran begini enggak bisa," ujar Akil.
Menurut Akil, dalam rekening miliknya yang diblokir, masih ada uang dengan jumlah mencapai ratusan juta rupiah. Uang di rekening itu, klaim Akil, merupakan penghasilan dirinya ketika menjadi anggota DPR.
"Masih ada lah (uangnya), kalau nggak ada, ngapain gua ngotot minta dibuka. Saya tidak inget persis jumlahnya, tetapi masih ada ratusan juta," katanya.