REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komunitas Akhwat Bergerak bersama Aksi Cepat Tanggap (ACT) meresmikan sekolah untuk anak-anak difabel Shams Al Amal di Jalur Gaza, Palestina. Pembangunan sekolah tersebut telah menghabiskan dana 98 ribu dolar AS.
Penggagas komunitas Akhwat Bergerak, Peggy Melati Sukma mengatakan tim pembangunan sekolah khusus untuk anak-anak difabel Kota Gaza itu membutuhkan perjuangan yang luar biasa. Pasalnya, kondisi Gaza yang memang serba sedang berada dalam kesulitan dan penderitaan panjang.
Namun Peggy sangat mengapresiasi kinerja mitra lokalnya di Gaza. “Kami yakin bahwa mitra lokal yang kami pilih adalah mitra terbaik dan terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya,” ujar Peggy dalam siaran pers yang diterima republika.co.id, Senin (21/9).
Fasilitas yang dipunyai sekolah anak-anak difabel tersebut cukup istimewa karena di Gaza Shams Al Amal merupakan satu-satuya sekolah yang dilengkapi dengan menggunakan solar pannel. Hal itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan fasilitas sekolah akan pasokan listrik yang sangat terbatas.
“Listrik di Gaza hanya menyala sekitar 15 menit sampai masimal empat jam saja,” kata Peggy. Komunitas Akhwat Bergerak, kata Peggy, bekerja sama dengan siapa saja yang peduli terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan. Bahkan Peggy meyakini, para selebriti juga harus dirangkul, karena selebriti mempunyai patron sendiri, yang diikuti oleh masyarakat.
“Nah, jika yang dilakukan mereka (para selebriti) adalah kebaikan maka kebaikan-kebaikan itu akan diikuti oleh banyak pihak,” kata dia.
Senior Vice President ACT N Imam Akbari mengatakan sebagai lembaga yang peduli pada kemanusiaan, ACT mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi. “Di tengah keterbatasan yang ada kita harus terus berbuat untuk bangsa lain khususnya Palestina mengingat Palestina adalah salah satu negara yang membantu terwujudnya kemerdekaan Indonesia,” ujarnya.
Imam mengapresiasi progresivitas kerjasama dengan Komunitas Akhwat Bergerak. Dukungan masyarakat membuat ACT besar dan saat ini telah bekerja di 30 negara di dunia. Semua itu atas dukungan rakyat Indonesia. Dalam menjalankan misinya, ACT tidak terlibat secara politik tetapi ACT juga berupaya agar rakyat Palestina memperoleh hak-hak politiknya.