REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Jemaah Nahdlatul Ulama (NU) selama ini dikenal bersikap permisif terhadap rokok. Budaya merokok di kalangan warga nahdliyin seolah telah menjadi kultur yang mentradisi.
Bagi sebagian warga nahdliyin, kultur rokok tersebut menjadi keresahan tersendiri, terutama di kalangan kaum ibu. Sekretaris Umum Fatayat NU Anggia Ermarini punya pendapat soal isu tersebut.
Meskipun mengaku berposisi kritis terhadap rokok, Anggia tidak ingin masuk pada perdebatan hukum halal/haram merokok. Sebagai pribadi, menurut Anggia, selama ini ia mendorong upaya pembatasan rokok. Itu dilakukan baik di lingkungan sekitar dirinya mupun melalui masukan terhadap regulasi pemerintah.
"Pembatasan itu penting. Karena di situ ada hak orang untuk menghirup udara bersih," ujar Anggia, berbicara kepada wartawan di sela Kongres ke-15 Fatayat NU di Surabaya, Senin (21/9).
Ia mencontohkan, di rumahnya, meskipun sang suami seorang perokok, keluarga mereka punya batasan soal aktivitas merokok.
"Suami saya tidak boleh merokok di dalam rumah, karena ada anak-anak di sana," kata pengajar Jurusan Imu Kesehatan Masyarakat UI tersebut.
Secara kelembagaan, Anggia menyampaikan, Fatayat NU memiliki program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau PHBS.
"Di dalamnya, salah satunya mengatur soal rokok. Di mana tempat orang merokok, mendorong orang tidak mengajak orang lain kalau mau merokok, dan lain-lain," kata Anggia.
Anggia setuju, mengampanyekan soal hidup sehat tanpa rokok di kalangan warga nahdliyin adalah perjuangan internal Fatayat NU. Menurut Anggia, perlu upaya bertahap untuk mengubah kultur tersebut.