REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Herman da Silva menegaskan proses hukum dua tersangka kasus Tolikara tidak dapat dihentikan. Kasus penyerangan di Tolikara merupakan pidana murni. Proses hukum akan tetap dilanjutkan hingga ke pengadilan sehingga permohonan yang dilakukan tokoh agama tidak bisa direalisasikan.
"Kami tidak mungkin bisa menghentikan proses hukum karena semua unsur sudah terpenuhi," jelas Kejati Papua Herman da Silva di Jayapura, Selasa (22/9).
Kajati Papua menegaskan tidak dapat dihentikannya proses hukum kepada tersangka JW dan HK sudah disampaikan saat rapat koordinasi forum komunikasi pimpinan daerah (forkumpimda) membahas masalah Tolikara yang dipimpin Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw, Senin malam (21/9). Yang bisa dilakukan pihak kejaksaan adalah penangguhan penahanan, namun siapa yang akan menjadi penjamin, kata Herman da Silva seraya mengakui, Kejati Papua sudah menerima beberapa surat permohonan dihentikannya proses hukum.
Kejaksaan Tinggi Papua juga akan berkoordinasi dengan Kejari Wamena yang akan memproses kasus tersebut sebelum memutuskan diberikannya penangguhan penahanan kepada kedua tersangka. Menurut Kajati Papua, kasus penyerangan dan pembakaran yang dituduhkan kepada kedua tersangka awalnya ditangani Polda Papua dan kini sudah dilimpahkan ke jaksa, bahkan sudah dinyatakan lengkap. Kedua tersangka yakni JW dan HK dikenakan pasal 160, 170 dan pasal 187 KUHP.
Kedua tersangka ditangkap polisi pasca kasus pelemparan dan pembakaran yang terjadi saat umat Islam sedang melaksanakan sholat Idul Fitri, 17 Juli lalu di Karubaga. Dalam pertemuan forkompimda yang dihadiri Gubernur Papua Lukas Enembe, Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Hinsa Siburian, Ketua PBNU Papua Tonny Wanggai, Ketua FKUB Papua Pdt Lipius Biniluk, Bupati Tolikara Usman Wanimbo, Presiden GIDI Pdt Dorman Wandikbo, tokoh agama di Karubaga H.Ali Muktar, mereka sempat membacakan pernyataan yang meminta agar proses penanganan terhadap kedua tersangka ditangguhkan.